ACADEMICS.web.id – Situasi krisis energi yang sedang melanda Eropa terus menimbulkan dampak yang signifikan. Baru-baru ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan untuk sementara menutup kantornya di wilayah tersebut karena biaya energi yang tinggi. Markas PBB di Jenewa, Swiss, yakni Palais des Nations, akan ditutup selama satu minggu ke depan, hingga tanggal 12 Januari, karena adanya krisis likuiditas. Pejabat dari Kantor PBB di Jenewa (UNOG) menyatakan bahwa biaya listrik telah meningkat lebih dari 340% selama tiga tahun terakhir, sejak tahun 2021.
Demi mengurangi pengeluaran, Palais des Nations telah menonaktifkan semua eskalator dan secara drastis mengurangi penggunaan pemanas meskipun saat ini musim dingin.
“Meskipun saya prihatin bahwa krisis likuiditas saat ini benar-benar berdampak pada operasi kami, saya yakin bahwa langkah-langkah yang telah kami ambil dapat mengurangi dampak negatif ini,” kata Kira Kruglikova, direktur administrasi UNOG kepada Swiss.info yang dikutip oleh Express pada Jumat (5/1/2024).
“Penutupan layanan ini membuat negara-negara anggota menyadari bahwa anggaran mereka jauh lebih besar daripada yang berada dalam zona merah,” tambah seorang karyawan PBB lainnya kepada Radio Télévision Suisse (RTS).
Harga energi di Eropa melonjak tinggi setelah perang Rusia-Ukraina, yang mengakibatkan pemutusan pasokan gas dari Moskow karena adanya sanksi. Hal ini telah menyebabkan inflasi yang tinggi di beberapa negara di Benua Biru.
Di sisi lain, hingga tanggal 12 Desember, hanya 141 dari 193 negara anggota yang telah membayar iuran wajib mereka. Alessandra Vellucci, juru bicara PBB, juga menyatakan kepada Keystone-ATS bahwa 50 negara anggota gagal memenuhi kewajiban pembayaran iuran mereka.
“Amerika Serikat (AS), sebagai salah satu negara pendiri dengan PDB terbesar di dunia, termasuk di antara negara-negara yang tidak berhasil melakukan pembayaran,” ujarnya. Setiap anggota membayar “kontribusi yang dinilai” berdasarkan formula kompleks yang mempertimbangkan pendapatan nasional dan populasi.
Rumus tersebut menghasilkan pembayaran yang lebih besar dari negara-negara kaya, sehingga ketidakmampuan negara-negara kaya untuk membayar dapat berakibat pada kerugian finansial yang berkelanjutan bagi lembaga ini.@