SIAPA KONFUSIUS, FILSUF PALING BERPENGARUH DALAM SEJARAH TIONGKOK ITU

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Konfusius (Kongzi) merupakan seorang filsuf, guru, dan ahli politik yang hidup pada masa Tiongkok kuno. Warisannya, yang terwujud dalam filosofi Konfusianisme, telah memberikan pengaruh mendalam pada kebudayaan Tiongkok hingga saat ini.

Konfusius diakui sebagai guru pertama yang ajarannya disampaikan dalam frase-frase pendek yang dapat diinterpretasikan dengan beragam cara. Inti dari ide-ide filosofisnya melibatkan pentingnya menjalani hidup dengan baik, berbakti, menghormati leluhur, dan menekankan perlunya memiliki penguasa yang memiliki sifat murah hati. Konsep keseimbangan moral dalam diri, yang berkaitan langsung dengan harmoni dalam dunia, serta pentingnya penguasa dan guru sebagai teladan moral, menjadi pilar utama ajaran Konfusius untuk masyarakat.

banner 336x280

Konfusius diyakini hidup sekitar tahun 551 SM hingga 479 SM di negara bagian Lu, yang kini menjadi Provinsi Shandong atau Shantung. Meskipun, catatan tertulis tertua tentang Konfusius berasal dari sekitar empat ratus tahun setelah kematiannya, terdapat dalam Catatan Sejarah Sima Qian (atau Si-ma Ts’ien).

Kehidupan awal Konfusius dipengaruhi oleh keadaan sulit, setelah ayahnya, seorang perwira militer bernama Kong He, meninggal dunia ketika Konfusius masih berusia tiga tahun. Keadaan keluarganya menjadi sulit akibat kematian ayahnya, tetapi Konfusius kemudian tumbuh menjadi seorang pemikir dan pemimpin yang memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran Tiongkok kuno.

Meskipun keluarganya memiliki keturunan bangsawan, Konfusius berada di peringkat rendah dalam sistem kelas Tiongkok pada zamannya. Sebagai seorang anak, Konfusius mengalami kehidupan masyarakat biasa.

Dibesarkan di kota Qufu (atau K’u-fou), Konfusius bekerja untuk Pangeran dari Lu dan ditugaskan dalam berbagai tugas. Salah satu posisi terkenalnya adalah sebagai Direktur Pekerjaan Umum pada tahun 503 SM, diikuti oleh peran sebagai Direktur Departemen Pengadilan pada tahun 501 SM.

Melalui serangkaian posisi dalam pemerintahan yang lebih kecil, reputasi Konfusius sebagai seorang yang memiliki visi dan pengetahuan mulai tumbuh. Sekitar usia 30 tahun, ia memulai karier seumur hidupnya sebagai guru, menentang tradisi pendidikan yang hanya terbuka untuk anak-anak bangsawan. Sekolahnya, yang terbuka untuk semua orang tanpa memandang status sosial, membentuk dasar bagi prinsip meritokrasi.

Konfusius menyusun kurikulum yang mencakup berbagai bidang, termasuk sejarah, puisi, pemerintahan, dan etika. Ia memperkenalkan prinsip-prinsip moral dan etika dalam ajarannya, dengan keyakinan pada kekuatan transformatif pendidikan dan pengembangan moral. Ajarannya menekankan pentingnya kebajikan pribadi, perilaku etis, dan hubungan sosial yang baik. Ini membuka jalan bagi konsep meritokrasi dan pendidikan untuk semua yang menjadi nilai penting dalam masyarakat Tiongkok.

Konfusius mengajarkan konsep ‘ren’ (kebajikan atau kemanusiaan), mendorong individu untuk berusaha mencapai keunggulan moral dalam kehidupan mereka. Selanjutnya, konsep ‘li’ (ritus atau ritual) menekankan pentingnya menjaga kepatutan dan melibatkan diri dalam ritual untuk menjaga ketertiban sosial dan menciptakan harmoni.

Selain itu, Konfusius memperkenalkan konsep ‘xiao’ (kesalehan berbakti) atau rasa hormat dan kewajiban terhadap orang tua dan leluhur. Pandangan ini mengajarkan bahwa rasa hormat tersebut tidak hanya terbatas pada lingkup keluarga, tetapi juga mempengaruhi hubungan antara penguasa dan rakyat, antara generasi tua dan muda, serta antar sahabat.

Terakhir, Konfusius menciptakan konsep ‘junzi’ (pria ideal) sebagai teladan moral. Pria ideal ini dianggap sebagai individu yang memiliki akhlak mulia, hati yang baik, sikap adil, serta dipandu oleh rasa kewajiban dan rasa hormat.

Konfusius menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melakukan perjalanan ke berbagai negara bagian di Tiongkok, berusaha membujuk para penguasa untuk mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan etisnya. Meskipun ide-idenya menerima tanggapan yang beragam, Konfusius akhirnya kembali ke kampung halamannya dalam catatan sejarah Tiongkok kuno. Di sana, ia mendirikan sekolah untuk mengajarkan ajaran-ajaran kuno kepada para muridnya, menjadikan warisannya sebagai fondasi penting dalam pemikiran Tiongkok.

Konfusius tidak menganggap dirinya sebagai seorang ‘pencipta’, melainkan lebih sebagai seorang ‘pemancar’ tradisi-tradisi moral kuno. Sekolah yang didirikannya terbuka untuk semua kalangan, tanpa memandang status ekonomi, baik kaya maupun miskin.

Sejumlah karya yang dihasilkan oleh Konfusius tertuang dalam sejarah Tiongkok kuno. Dua koleksi puisinya, yaitu Kitab Nyanyian (Shijing atau Shi king) dan Kitab Hikayat (Shujing atau Shu king), menjadi bukti dari warisan sastranya. Selain itu, Zaman Musim Semi dan Musim Gugur (Lin Jing atau Lin King), yang menceritakan sejarah Lu, dan Kitab Perubahan (Yi Jing atau Yi King), yang berisi ramalan, juga merupakan kontribusinya.

Sayangnya, bagi para penerusnya, tidak ada karya yang secara langsung menguraikan filosofi Konfusius. Oleh karena itu, Konfusianisme harus direkonstruksi dari catatan-catatan lama, dengan Analek (kumpulan kesusastraan) dianggap sebagai dokumentasi yang paling andal mengenai ide-ide Konfusius. Meskipun Analek sendiri tidak memberikan bukti pasti bahwa ujaran-ujaran dan cerita-cerita pendek tersebut benar-benar berasal dari Konfusius, kurangnya konteks dan kejelasan menyebabkan banyak ajarannya terbuka bagi interpretasi individual.

Konfusianisme berkembang melalui tiga sumber utama, yaitu Mengzi, Ajaran Agung, dan Makna, yang bersama Analek membentuk Empat Kitab Konfusianisme yang juga dikenal sebagai Konfusianisme Klasik. Melalui teks-teks ini, Konfusianisme menjadi agama resmi negara di Tiongkok sejak abad ke-2 SM.

Pemikiran Tiongkok dan filosofi politik, terutama Konfusianisme, selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan praktis seputar moralitas dan etika. Inti dari Konfusianisme adalah keyakinan bahwa keseimbangan moral seseorang memiliki kaitan langsung dengan keseimbangan kosmis; tindakan individu dapat memengaruhi orang lain dan bahkan dapat berdampak pada alam, seperti bencana alam akibat keputusan politik yang buruk.

Setelah meninggal pada tahun 479 SM, Konfusius dikuburkan di makam keluarganya di Qufu, Shandong. Namanya semakin dihormati seiring berjalannya waktu, dan ia menjadi objek pemujaan di sekolah-sekolah selama Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan kuil-kuil didirikan untuk menghormatinya di ibu kota administratif selama Dinasti Tang (618-907 M).

Pada periode imperial, pengetahuan mendalam mengenai teks-teks fundamental Konfusianisme menjadi kriteria untuk lulus ujian pegawai negeri. Orang-orang terpelajar dan keluarga aristokrat sering memiliki prasasti yang memuat ajaran-ajaran Konfusius di rumah mereka. Konfusius juga sering digambarkan dalam patung atau potret sebagai simbol statusnya sebagai ‘raja tanpa mahkota’. Meskipun tidak ada potret kontemporer yang selamat, gambaran umum Konfusius adalah sebagai seorang bijak tua dengan rambut abu-abu panjang dan kumis, kadang-kadang membawa gulungan ajaran. Potret sering kali didasarkan pada versi asli yang hilang yang dikaitkan dengan seniman Wu Daozi (atau Wu Taoutsi) pada abad ke-8 M.@

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *