HUKUM MAHAR DENGAN BACAAN AL QUR’AN | Nur Sahara

Mahasiswi Sem 1 Prodi Hukum Keluartga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Tidak ada bacaan Al-Quran yang secara khusus menetapkan besaran atau bentuk mahar dalam pernikahan Islam. Al-Quran memberikan pedoman umum tentang pernikahan dan perlakuan baik terhadap istri, tetapi tidak merinci besaran mahar. Besaran mahar lebih banyak diatur oleh hadis dan praktik tradisional dalam Islam.

 Pemberian mahar dalam pernikahan adalah bagian dari tradisi dan kesepakatan antara calon suami dan istri. Calon suami dan istri dapat berdiskusi dan menentukan besaran mahar yang adil sesuai dengan kemampuan mereka. Besaran mahar dapat berupa harta, uang, atau sesuatu yang memiliki nilai.

banner 336x280

 Jadi, dalam Islam, hukum mahar tidak ditentukan secara spesifik dalam Al-Quran, tetapi lebih banyak bergantung pada kesepakatan dan praktik lokal, serta berdasarkan ajaran agama yang mendorong perlakuan baik dan adil terhadap istri.

 Menurut Madzhab Hambali

Mahar dalam pernikahan juga tidak diwajibkan memiliki bacaan Al-Quran khusus. Madzhab Hambali juga menekankan kesepakatan antara calon suami dan istri dalam menentukan besaran mahar. Mahar dalam Madzhab Hambali dipandang sebagai hak calon istri yang harus dihormati.

 Tidak ada ketentuan khusus dalam Al-Quran yang mengatur besaran mahar dalam pandangan Madzhab Hambali. Besaran mahar sebaiknya disepakati berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Madzhab Hambali juga cenderung memandang pernikahan sebagai perjanjian yang sah asalkan ada kesepakatan dan ijab qabul (ucapan dan persetujuan) dari kedua belah pihak.

Dalam Madzhab Hanafi, mahar dalam pernikahan juga tidak diwajibkan memiliki bacaan Al-Quran khusus. Madzhab Hanafi juga menekankan kesepakatan antara calon suami dan istri dalam menentukan besaran mahar. Mahar dalam Madzhab Hanafi dipandang sebagai hak mutlak calon istri yang harus dihormati.

 Menurut Madzhab Hanafi

Melihat bahwa besaran mahar sebaiknya disepakati secara sukarela oleh calon suami dan istri. Tidak ada ketentuan khusus dalam Al-Quran yang mengatur besaran mahar dalam pandangan Madzhab Hanafi. Dalam praktiknya, besaran mahar dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan dan kemampuan finansial calon suami.

Madzhab Hanafi juga melihat pernikahan sebagai perjanjian sah apabila terdapat persetujuan dari kedua belah pihak dan ijab qabul (ucapan dan persetujuan). Oleh karena itu, dalam Madzhab Hanafi, penting bagi calon suami dan istri untuk berkomunikasi dan mencapai kesepakatan yang adil mengenai besaran mahar sesuai dengan situasi dan kondisi mereka.

Menurut Madzhab Maliki

Mahar dalam pernikahan juga tidak memiliki bacaan Al-Quran khusus yang diwajibkan. Madzhab Maliki, seperti madzhab-madzhab lainnya, menekankan kesepakatan antara calon suami dan istri dalam menentukan besaran mahar. Mahar dalam Madzhab Maliki dipandang sebagai hak mutlak calon istri yang harus dihormati.

Tidak ada ketentuan khusus dalam Al-Quran yang mengatur besaran mahar dalam pandangan Madzhab Maliki. Dalam praktiknya, besaran mahar dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan dan kemampuan finansial calon suami.

Madzhab Maliki juga melihat pernikahan sebagai perjanjian sah apabila terdapat persetujuan dari kedua belah pihak dan ijab qabul (ucapan dan persetujuan). Oleh karena itu, dalam Madzhab Maliki, penting bagi calon suami dan istri untuk berkomunikasi dan mencapai kesepakatan yang adil mengenai besaran mahar sesuai dengan situasi dan kondisi mereka.

Menurut Madzhab Syafi’i

 Mahar dalam pernikahan tidak memiliki bacaan Al-Quran khusus yang diwajibkan. Madzhab Syafi’i lebih menekankan pada kesepakatan antara kedua belah pihak dalam menentukan besaran mahar. Pemberian mahar dalam Madzhab Syafi’i dilihat sebagai perjanjian antara suami dan istri.

Madzhab Syafi’i menganggap bahwa mahar adalah hak mutlak dari calon istri, dan besaran mahar sebaiknya disepakati berdasarkan kemampuan calon suami. Tidak ada ketentuan khusus dalam Al-Quran yang mengatur besaran mahar dalam pandangan Madzhab Syafi’i.

Namun, penting untuk diingat bahwa dalam praktiknya, besaran mahar dalam budaya dan tradisi berbeda-beda di berbagai tempat, dan bisa saja memengaruhi bagaimana mahar ini ditentukan. Oleh karena itu, dalam Madzhab Syafi’i, sebaiknya calon suami dan istri berdiskusi dan mencapai kesepakatan yang adil dan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam menentukan besaran mahar.@

PENULIS:

NUR SAHARA:
Mahasiswi Sem 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau
banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *