ACADEMICS.web.id – Setahu saya bisnis skripsi, thesis dan disertasi bukan barang baru. Begitu juga keterlibatan dosen dan pejabat struktural kampus. Ketika masih ngajar di salah satu PTS di jakarta, saya dan kolega-kolega dosen punya istilah Pabrik Thesis.
Sebenarnya mudah diketahui apakah mahasiswa buat sendiri atau beli dari pabrik karya tulis. Hanya saja beberapa penyelenggara program pendidikan dan dosen hanya kura-kura dalam perahu. Di antara penyebabnya, banyak mahasiswa yang tidak punya kemampuan menulis tetapi dipaksa oleh aturan untuk membuat Karya Tulis Ilmiah (KTI). Kenyataan ini menjadikan KTI sebagai komoditas yang menciptakan persekutuan sesat beranggotakan dosen, mahasiswa, ahli statistik, penyelenggara pendidikan, dll. Contoh yang sampai mencuat ke permukaan adalah kasus Rektor PTN di Jakarta yang memiliki Pabrik Disertai.
Ketika kasus-kasus persesatan KTI beberapa waktu yang lalu marak, Mendikbud menghidupkan kembali jalur non skripsi. Sayangnya banyak dosen yang di antaranya dulu pernah beli KTI merasa kurang berprestasi jika mahasiswanya tidak diwajibkan menulis KTI. Padahal, selain prestasi juga ada motif prestise. Begitu juga dosen yang mengajarkan metode riset merasa “pang ilmiah na”. Padahal yang bersangkutan sendiri nyaris tidak pernah menerbitkan tulisannya.
Tidak sedikit para dosen yang katanya bergelar minimal Magister sampai Doktor, bahkan sudah menjabat guru besar yang menjadi konsumen pabrik KTI atau melakukan plagiat. Banyak juga yang dikurangi tunjangan Gubes-nya karena tidak menerbitkan artikel ilmiah di jurnal. Ironisnya sebagian dari mereka yang getol tereak tentang KTI abal2. Tidak sedikit pula dari mereka yang tidak mampu menerbitkan artikel ilmiah yang diwajibkan adalah dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian, Pembimbing dan Penguji skripsi thesis dan disertasi. Mereka inilah yg disebut Jarkoni alias keminter nak ngajari tapi ora biso ngelakoni.
Yaaah…. Ketika sesuatu jadi komoditas maka berlakunya hukum Permintaan dan Penawaran akan sulit dielakan. Di lain sisi, adanya kewajiban yang diberlakukan secara umum tanpa mempertimbangkan kompetensi dan minat kelompok sasaran akan menjadi banyak yang mencari jalan pintas. Ketika sikon ini bertemu dengan kecenderungan konsumerisme, beberapa akademisi yang punya peran dan kemampuan maka terbangunlah kolaborasi sesat produksi KTI abal-abal yang bernafsu besar, sampai nekad pasang iklan layanan bantuan atau konsultasi penulisan artikel, skripsi, thesis dan disertasi. Layanan diberikan secara prima dilengkapi dengan ruangan ber-AC plus kopi tubruk gratis. Hadeeuuhhh….@
Salam KTI Abal2,
Cimahi, 25 Juli 2024
Abdor Gintings