BAB THAHARAH

Ringkasan Materi MK Fiqh Ibadah

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Thaharah atau bersuci dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting khususnya sebelum menunaikan ibadah salat. Berikut pengertian dan macam-macam thaharah. Hukum thaharah sendiri merupakan wajib bagi tiap-tiap mukallaf laki-laki dan perempuan.

Thaharah adalah bersuci dari hadas dan najis. Thaharah ini tidak sebatas membersihkan badan.

banner 336x280

Suci dari hadas berarti melakukannya dengan berwudu, tayamum, serta mandi, sedangkan suci dari najis yaitu haru menghilangkan kotoran yang ada di badan, pakaian, dan tempat.

Macam-Macam Thaharah

Thaharah terbagi menjadi dua. Ada thaharah ma’nawiyah beserta thaharah hissiyah. Berikut penjelasannya.

  1. Thaharah Ma’nawiyah

Thaharah ma’nawiyah merupakan bersuci secara rohani dengan membersihkan segala penyakit hati seperti riya, iri, dengki, atau hal lainnya.

Perlu Anda tahu bahwa sebelum melakukan thaharah hissiyah, orangnya harus lebih dulu thaharah ma’nawiyah karena sesungguhnya bersuci harus dalam keadaan bersih dari sifat sirik.

  1. Thaharah Hissiyah

Sementara thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh dari sesuatu yang terkena najis (dari segala jenis kotoran) maupun hadas (kecil dan besar).

Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air).

JENIS-JENIS AIR DALAM FIQH ISLAM

  1. Air Mutlak

Air Mutlak adalah air yang suci secara zatnya serta dapat digunakan untuk bersuci. Menurut Abi Suja’ ada 7 macam air yang masuk dalam kategori air mutlak. Beliau mengatakan:

“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air es.“

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.

  1. Air Musyammas

Air Musyammas adalah air yang telah dipanaskan dibawah terik panas matahari dengan mengunakan wadah logam kecuali emas dan perak seperti besi dan baja.

 Air ini suci secara materinya dan dapat digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis  namun dihukumi makruh dalam penggunaannya pada tubuh seperti untuk wudu dan mandi, sedangkan untuk mencuci pakaian air ini dihukumi mubah.

Ringkasnya, air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. namun tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

  1. Air Musta’mal dan Mutaghayyar

Air pada klasifikasi ini dihukumi suci secara materinya namun tidak dapat digunakan untuk bersuci.

–  Air Musta’mal: Air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis, tatkala tidak berubah sifatnya dan tidak bertambah ukurannya setelah terpisah dari tempat yang dibasuh.

Contoh : Air bekas mandi atau wudu

Ringkasnya, air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis. Jika volume airnya kurang dari 2 qullah, maka tidak boleh digunakan untuk bersuci. Jika 2 qullah atau lebih maka boleh digunakan untuk bersuci (2 qullah = 270 liter).

–  Air Mutaghayyar : Air yang telah berubah salah satu sifatnya (baik warna, bau, atau rasa) karena telah tercampur oleh sesuatu yang suci dengan perubahan yang mencegah kemutlakan nama air tersebut (yang akibat bercampurnya dengan benda suci ini, maka status air yang tadi itu mutlak, menjadi air yang tidak mutlak lagi). Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci. Namun…. Jika air yang telah tercampur oleh sesuatu yang suci itu tidak berubah kemutlakannya (warna, bau atau rasa), maka dia adalah tetap air mutlak (suci dan mensucikan).

Contoh :  Air sumur yang telah tercampur kopi, maka kemutlakan nama air (sumur) telah berubah sebab telah bercampur dengan sesuatu lain yang suci (kopi) sehingga namanya berubah dari “air sumur menjadi air kopi”.

  1. Air Mutanajjis

Air Mutanajjis bukanlah air yang dihukumi najis secara zatnya sebagaimana air kencing atau air liur anjing. Air Mutanajjis adalah air awalnya suci namun telah berubah hukumnya menjadi najis karena tercampur dengan sesuatu yang najis seperti darah, kotoran cicak dan lain sebagainya.

Untuk mudah memahami ini, air mutanajjis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut….. Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah….. Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis….. Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.

Adapun keadaan air tersebut bisa dihukumi mutanajis adalah :

–  Ketika air tersebut telah mencapai 2 qullah (kurang lebih 270 liter) kemudian terkena najis maka air itu akan dihukumi mutanajjis tatkala telah berubah salah satu dari sifatnya baik bau, warna ataupun rasa.

– Namun jika air itu kurang dari 2 qullah, maka akan tetap dihukumi mutanajjis ketika terkena sesuatu yang najis meskipun salah satu dari sifatnya tidak berubah.

– Air sisa minum manusia itu suci dan mensucikan, termasuk jika yang meminumnya adalah wanita haid, maka sisa darinya tidak najis sebagai mana yang dikatakan oleh Siti Aisyah r.a. bahwa beliau pernah minum air ketika sedang haid lalu kemudian beliau berikan sisa air itu kepada Nabi SAW dan Nabi SAW langsung menempelkan mulutnya pada tempat dimana Siti Aisyah telah menempelkan mulutnya.

– Demikian juga dengan air yang pernah diminum atau air sisa minumnya hewan yang HALAL dagingnya dimakan. Maka air itu suci dan boleh kita minum dan bahkan untuk digunakan wudhu. Karena liur yang keluar dari mulut hewan yang halal di makan itu suci. Termasuk air bekas minum binatang yang buas. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Daruquthni dan Baihaki, pernah Nabi SAW ditanya oleh sahabat apakah boleh berwudhu dengan air sisa minuman seekor keledai? Nabi SAW bahkan menjawab jangankan itu, sisa minuman hewan buas saja boleh. Demikian juga dengan sisa minum kucing karena liur kucing itu suci.

– Maka kebalikannya adalah yang tidak suci dan tidak mensucikan adalah sisa minum anjing dan babi.@

Wallahua’lam bi Ashawab

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *