ACADEMICS.web.id – Konfusius (Kongzi) merupakan seorang filsuf, guru, dan ahli politik yang hidup pada masa Tiongkok kuno. Warisannya, yang terwujud dalam filosofi Konfusianisme, telah memberikan pengaruh mendalam pada kebudayaan Tiongkok hingga saat ini.
Konfusius diakui sebagai guru pertama yang ajarannya disampaikan dalam frase-frase pendek yang dapat diinterpretasikan dengan beragam cara. Inti dari ide-ide filosofisnya melibatkan pentingnya menjalani hidup dengan baik, berbakti, menghormati leluhur, dan menekankan perlunya memiliki penguasa yang memiliki sifat murah hati. Konsep keseimbangan moral dalam diri, yang berkaitan langsung dengan harmoni dalam dunia, serta pentingnya penguasa dan guru sebagai teladan moral, menjadi pilar utama ajaran Konfusius untuk masyarakat.
Konfusius diyakini hidup sekitar tahun 551 SM hingga 479 SM di negara bagian Lu, yang kini menjadi Provinsi Shandong atau Shantung. Meskipun, catatan tertulis tertua tentang Konfusius berasal dari sekitar empat ratus tahun setelah kematiannya, terdapat dalam Catatan Sejarah Sima Qian (atau Si-ma Ts’ien).
Kehidupan awal Konfusius dipengaruhi oleh keadaan sulit, setelah ayahnya, seorang perwira militer bernama Kong He, meninggal dunia ketika Konfusius masih berusia tiga tahun. Keadaan keluarganya menjadi sulit akibat kematian ayahnya, tetapi Konfusius kemudian tumbuh menjadi seorang pemikir dan pemimpin yang memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran Tiongkok kuno.
Meskipun keluarganya memiliki keturunan bangsawan, Konfusius berada di peringkat rendah dalam sistem kelas Tiongkok pada zamannya. Sebagai seorang anak, Konfusius mengalami kehidupan masyarakat biasa.
Dibesarkan di kota Qufu (atau K’u-fou), Konfusius bekerja untuk Pangeran dari Lu dan ditugaskan dalam berbagai tugas. Salah satu posisi terkenalnya adalah sebagai Direktur Pekerjaan Umum pada tahun 503 SM, diikuti oleh peran sebagai Direktur Departemen Pengadilan pada tahun 501 SM.
Melalui serangkaian posisi dalam pemerintahan yang lebih kecil, reputasi Konfusius sebagai seorang yang memiliki visi dan pengetahuan mulai tumbuh. Sekitar usia 30 tahun, ia memulai karier seumur hidupnya sebagai guru, menentang tradisi pendidikan yang hanya terbuka untuk anak-anak bangsawan. Sekolahnya, yang terbuka untuk semua orang tanpa memandang status sosial, membentuk dasar bagi prinsip meritokrasi.
Konfusius menyusun kurikulum yang mencakup berbagai bidang, termasuk sejarah, puisi, pemerintahan, dan etika. Ia memperkenalkan prinsip-prinsip moral dan etika dalam ajarannya, dengan keyakinan pada kekuatan transformatif pendidikan dan pengembangan moral. Ajarannya menekankan pentingnya kebajikan pribadi, perilaku etis, dan hubungan sosial yang baik. Ini membuka jalan bagi konsep meritokrasi dan pendidikan untuk semua yang menjadi nilai penting dalam masyarakat Tiongkok.
Konfusius mengajarkan konsep ‘ren’ (kebajikan atau kemanusiaan), mendorong individu untuk berusaha mencapai keunggulan moral dalam kehidupan mereka. Selanjutnya, konsep ‘li’ (ritus atau ritual) menekankan pentingnya menjaga kepatutan dan melibatkan diri dalam ritual untuk menjaga ketertiban sosial dan menciptakan harmoni.
Selain itu, Konfusius memperkenalkan konsep ‘xiao’ (kesalehan berbakti) atau rasa hormat dan kewajiban terhadap orang tua dan leluhur. Pandangan ini mengajarkan bahwa rasa hormat tersebut tidak hanya terbatas pada lingkup keluarga, tetapi juga mempengaruhi hubungan antara penguasa dan rakyat, antara generasi tua dan muda, serta antar sahabat.
Terakhir, Konfusius menciptakan konsep ‘junzi’ (pria ideal) sebagai teladan moral. Pria ideal ini dianggap sebagai individu yang memiliki akhlak mulia, hati yang baik, sikap adil, serta dipandu oleh rasa kewajiban dan rasa hormat.
Konfusius menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melakukan perjalanan ke berbagai negara bagian di Tiongkok, berusaha membujuk para penguasa untuk mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan etisnya. Meskipun ide-idenya menerima tanggapan yang beragam, Konfusius akhirnya kembali ke kampung halamannya dalam catatan sejarah Tiongkok kuno. Di sana, ia mendirikan sekolah untuk mengajarkan ajaran-ajaran kuno kepada para muridnya, menjadikan warisannya sebagai fondasi penting dalam pemikiran Tiongkok.