KAJIAN FIQIH SEPUTAR BARANG GADAIAN | Nova Sari Siregar

Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Gadai dikenal dalam Fiqih- Fiqih Klasik disebut  rahn, kata dalam Bahasa mempunyai arti menggadaikan, رهن يرهن  atau jaminan”.secara etimologi rahn berarti tetap atau lestari, Rahn dapat disamakan Dengan al-habsu mempunyai arti penahanan”. Dalam menyerahkan pinjaman uang, dengan diberi beban kewajiban tambahan” pada waktu mengembalikan sebagai pengganti “waktu” yang Telah diserahkan memberatkan pihak peminjam”.

Jadi pada dasarnya hukum penggadaian dalam Islam adalah hukumnya boleh sebagaimana dalam Al-Qur’an Q.S Al- Baqarah : 283 , Artinya : dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis,  maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya ( utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya dan jangan kamu menyembunyikan kesaksian karena barang  siapa yang menyembunyikannya , sungguh ,hatinya kotor ( berdosa) Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

banner 336x280

Para ulama juga menyepakati bahwasanya dibolehkan dan hal ini sudah dilakukan sejak zaman Nabi SAW  sampai saat ini dan tidak ada yang mengingkarinya. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha ,ia berkata Nabi SAW pernah membeli makanan dari orang yahudi secara tidak tunai ( berhutang ) lalu beliau Saw memberikan gadaian berupa baju besi ( HR. Bukhari no. 2068 dan muslim, no 1603).

Dalam kitab matan taqrib disebutkan hukum menggadaikan barang atau ( RAHN) semua barang yang boleh diperjual belikan boleh juga digadaikan sebagai jaminan utang , akan tetapi utang itu tetap selama masa penjaminan. Sipenggadai ( RAHN) boleh membatalkan gadaian nya selama barang tersebut belum diserahkan . sipenerima gadaian ( murtahin) tidak akan menanggung barang gadaian kecuali dikarenakan adanya pelanggaran ( ta,addi).

Syarat-syarat Gadai diantaranya ialah:

  1. pemberi (Rahin) dan penerima (murtahin) gadai, keduanya melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam yakni baligh dan berakal.
  2. Sighat, diantaranya ialah
  3. Sighat tidak boleh terikat dengan syarat-syarat tertentu.
  4. pemberian utang misalnya: hal ini dapat dismakan dengan akad jual beli.
  5. Marhun bih (utang) utang yang tidak boleh bertambah atau yang mempunyai bunga, sebab seandainya utang tersebut merupakan utang yang berbunga maka perjanjian tersebut sudah merupakan perjanjian yang mengandung unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam.

Syarat penggadaian suatu barang haruslah ada yang namanya ijab dan qobul dan harta yang digadaikan adalah benda yang sah dijual , juga orang yang menggadaikan dan yang menerima gadaian itu harus akil baliq , tidak boleh merugikan sipenggadai dan tidak merugikan si penerima gadaian .khamar dan benda najis lainnya tidaklah sah dijadikan sebagai barang gadaian

 Rukun-rukun gadai ada dua macam antaranya ialah:

1. Orang yang berakal (Aqid)

  • Yang menggadai (Rahin)
  • Orang yang menerima gadai (Murtahin).

2. Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yakni meliputi dua hal :

  • Barang pegadaian atau yang digadaikan (Marhun)
  • hutang yang akibatnya diadakan gadai (Dain Marhun biih)

3. Akad gadai (Sighat).

Hukum barang gadai adalah bagian dari hukum perdata yang mengatur tentang transaksi gadai, di mana seseorang memberikan barang berharga sebagai jaminan atau agunan untuk mendapatkan pinjaman uang.

Beberapa poin penting dalam hukum barang gadai meliputi:

  1. Pihak-Pihak yang Terlibat: Dalam transaksi gadai, terdapat dua pihak utama, yaitu pihak yang memberikan barang gadai (pemberi gadai) dan pihak yang menerima barang gadai (terima gadai atau peminjam).
  2. Objek Gadai: Barang yang digadaikan harus memiliki nilai dan dapat dinilai. Biasanya, ini mencakup perhiasan, kendaraan, properti, atau barang berharga lainnya.
  3. Perjanjian Gadai: Pihak-pihak harus menyusun perjanjian gadai yang memuat detail terkait barang gadai, nilai gadai, bunga, jangka waktu, dan hak serta kewajiban masing-masing pihak.
  4. Penyimpanan Barang Gadai: Pemberi gadai bertanggung jawab untuk menjaga dan menyimpan barang gadai dengan baik selama jangka waktu perjanjian.
  5. Lelang Barang Gadai: Jika peminjam tidak dapat membayar utangnya sesuai perjanjian, pemberi gadai memiliki hak untuk melelang barang gadai guna mendapatkan uang yang diperlukan untuk melunasi utang.
  6. Peraturan Hukum: Hukum barang gadai bisa bervariasi dari satu negara atau wilayah ke negara atau wilayah lainnya. Oleh karena itu, penting untuk memahami peraturan yang berlaku di wilayah hukum tertentu.
  7. Perlindungan Konsumen: Banyak negara memiliki undang-undang yang melindungi hak konsumen dalam transaksi gadai, termasuk ketentuan mengenai suku bunga maksimum dan perlindungan terhadap pelaksanaan lelang.

 Hukum barang gadaian juga berkaitan dengan permasalahan hukum lainnya seperti kepemilikan, kepailitan dan perlindungan hak pinjam , peraturan dan hukum yang mengatur barang gadaian dapat berpariasi diberbagai negara dan yurisdiksi.@

Penulis:

Nova Sari Siregar:
Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau
banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *