ACADEMICS.web.id – Pusat perhatian di negara-negara berkembang, masalah kesehatan reproduksi adalah penyebab utama kesehatan yang buruk dan kematian bagi perempuan serta anak perempuan usia subur. Perempuan miskin menderita secara tidak proporsional dari kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, kematian dan cacat ibu, infeksi menular seksual (IMS), kekerasan berbasis gender dan masalah terkait lainnya. Bagi kaum perempuan arti kesehatan adalah berkaitan dengan organ tubuhnya, padahal arti kesehatan tidak demikian. Apalagi kata reproduksi dan hak reproduksi masih banyak perempuan belum mengetahuinya. Keadaan seperti ini sangat disayangkan seharusnya pengetahuan tentang hak reproduksi harus dapat dipahami oleh kaum perempuan.
Hal ini sangat berkaitan dengan kodrat perempuan yang memiliki rahim dan dari rahim inilah anak-anak lahir dan tumbuh berkembang. Untuk itu, seharusnya kaum perempuan harus dapat memahami bahwasanya reproduksi itu bukan hanya berkaitan tentang kemampuan melanjutkan keturunan tetapi reproduksi itu berkaitan erat dengan hak reproduksi yang dimiliki oleh kaum perempuan dan harus dijaga serta dipenuhi haknya dengan baik.
Kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi telah disusun dan diimplementasikan di Indonesia, meskipun masih banyak aspek atau isu yang belum mendapat perhatian secara penuh. Berbagai faktor turut berpengaruh terhadap upaya peningkatan perhatian terhadap isu-isu yang berhubungan dengan kebijakan mengenai kesehatan reproduksi. Perkembangan hak reproduksi didasari pada konsep dasar yakni pemikiran mengenai hak reproduksi yang merupakan perkembangan pada konsep hak asasi manusia. Pertama, pandangan yang berpijak pada keyakinan bahwa tiap manusia lahir dengan hak-hak individu yang tidak dipisahkan darinya, dan kedua pandangan yang menekankan kewajiban masyarakat dan negara untuk menjamin tidak saja kebebasan dan kesempatan bagi warga negara, tetapi juga memastikan bahwa warga negara mampu memperoleh, melaksanakan kebebasan, dan apa yang menjadi haknya.
Munculnya konsep Hak Asasi Perempuan pada awalnya diartikan dengan latar belakang logika belaka, yaitu hak perempuan dipahami sekedar akibat dari pengakuan bahwa perempuan juga manusia. Oleh karena itu, sudah semestinya perempuan mendapat perlindungan hak asasi manusia. Pernyataan ini diteguhkan melalui Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW).
CEDAW adalah sebuah kesepakatan internasional untuk penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Konvensi ini mendefinisikan prinsip-prinsip tentang hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia, norma-norma dan standar-standar kewajiban, serta tanggung jawab negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu hak perempuan yang dijamin oleh negara yaitu kesehatan dan kaitannya dengan reproduksi. Kesehatan perempuan menjadi salah satu dari 12 masalah kritis yang ditetapkan dalam Deklarasi dan Rencana Aksi Konferensi Dunia IV tentang Wanita di Beijing pada tahun 1995 hingga sekarang masalah kesehatan reproduksi perempuan masih menjadi kajian utama mengingat tingginya angka kematian perempuan yang disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi.
Kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus sejak diangkatnya isu dalam Konferensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Conference Population Development, ICPD) di Kairo, Mesir pada bulan september 1994, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Pertama kalinya, perjanjian internasional mengenai kependudukan memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-hak perempuan sebagai tema sentral. Pada konfrensi tersebut disepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Masalah-masalah kesehatan dan hak-hak seksual serta reproduksi tidak dapat dipisahkan dari kesetaraan gender. Tidak sedikit juga perempuan yang memutuskan untuk bekerja menjadi tulang punggung dan memikul tanggung jawab demi keluarganya. Hak atas kesehatan diakui untuk semua pekerja baik itu pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan. Konvensi Perlindungan Maternitas (2000) misalnya menetapkan prinsip bahwa semua pekerja harus dilindungi dari penyakit. Organisasi Perburuhan Internasional ( International Labour Organization/ILO ) merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi yang merdeka, setara, aman, bermartabat. Tujuan-tujuan utama ILO ialah mempromosikan hak-hak kerja, memperluas kesempatan kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial, dan memperkuat dialog dalam menangani berbagai masalah terkait dengan dunia kerja.
Selain itu, untuk memastikan kesetaraan kesempatan dan perlakuan bagi pekerja laki-laki dan perempuan serta kebutuhan untuk perlunya perlindungan kehamilan bagi pekerja perempuan yang menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Organisasi kesehatan dunia ( World Health Organization/WHO) telah membuat daftar indikator kesehatan reproduksi secara global meliputi rasio kematian ibu, persentase perempuan yang berkunjung sekurang-kurangnya satu kali selama kehamilan ke pelayanan kesehatan sehubungan dengan kehamilan, dan presentase kelahiran bayi hidup dengan berat lahir rendah. Keadaan bayi lahir dengan berat badan rendah (stunting) masih menjadi permasalahan yang cukup serius di Indonesia.
Berdasarkan data pada tahun 2013, di Lampung angka bayi kerdil atau stunting masih cukup tinggi, Lampung tengah menempati posisi tertinggi bayi atau balita stunting yakni dengan angka 59.838 jiwa, kemudian disusul oleh Lampung Timur dengan angka 40.790 jiwa. Selain faktor gizi, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja yang akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi pada masa kehamilan sehingga menyebabkan dampak pada kematian ibu maupun kematian bayi.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia mengartikan maternal death (kematian ibu) sebagai kematian seorang perempuan saat mengandung atau 42 hari setelah kehamilan diakhiri, tanpa melihat jangka waktu dan lokasi kehamilan dari berbagai akibat.
Berdasarkan dokumen Internasional Conference on Population and Development (ICPD) Kairo 1994, hak reproduksi mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
- Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
- Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
- Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
- Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
- Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya.
- Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan,kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
- Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya.
- Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
- Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
- Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitaan dengan kesehatan reproduksi.
Penulis:
Mahasiswi S1 Farmasi (Tingkat 1) Institut Kesehatan Mitra Bunda