JUAL-BELI ATAU PERDAGANGAN YANG DIHARAMKAN (Bag. 2)

Materi Kuliah Fiqh Muamalah

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Para ulama menjelaskan secara umum faktor penyebab suatu aktifitas muamalat yang diharamkan, yakni ada 3 faktor: PERTAMA, kezaliman, KEDUA, gharar (tipuan), dan KETIGA, riba. Faktor kezaliman sudah didiskusikan pada bagian pertama. Maka sekarang kita langsung masuk ke Faktor Kedua, GHARAR (PENIPUAN).

Gharar menurut bahasa berarti resiko, tipuan dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Adapun menurut istilah dalam fiqih, gharar berarti jual beli yang tidak jelas kesudahannya. Jadi, asas atau landasan sebuah aksi gharar adalah ketidakjelasan. Ketidakjelasan itu bisa terjadi pada barang ataupun harga. Mari kita bahas satu per satu.

banner 336x280

1. Gharar/Ketidakjelasan pada barang disebabkan beberapa hal:

Pertama: Fisik benda/barang tidak jelas. Misalnya: Penjual berkata, “aku menjual kepadamu barang yang ada di dalam kotak ini dengan harga Rp. 100.000,-.” dan pembeli tidak tahu apa benda yang ada dalam kotak ini.

Kedua: Sifat benda/barang tidak jelas. Misalnya: Penjual berkata, “aku jual sebuah mobil kepadamu dengan harga 50 juta rupiah”. Sedangkan pembeli belum pernah melihat mobil tersebut dan tidak tahu sifatnya (warnanya dll).

Ketiga: Ukurannya tidak jelas. Misalnya: Penjual berkata, “aku jual kepadamu sebagian tanah ini dengan harga 10 juta rupiah”. Sedangkan pembeli tidak mengerti tanaha yang mana, ukurannya berapa dll.

Keempat: Barang bukan milik penjual, seperti menjual gelang emas yang bukan miliknya.

Kelima: Barang tidak dapat diserah terimakan, seperti menjual motor yang hilang.

2. Gharar/Ketidakjelasan pada harga disebabkan beberapa hal:

Pertama: Penjual tidak menentukan harga. Misalnya: Penjual berkata, “aku jual mobil ini kepadamu dengan harga sesukamu”, atau “aku jual sepeda ini kepadamu dengan harga seberapa sajalah”. Lalu mereka berpisah dan harga belum ditetapkan deal antara kedua belah pihak.

Kedua: Penjual memberikan 2 pilihan dan pembeli tidak menentukan salah satunya. Misalnya: Penjual berkata, “saya jual Honda CBR ini kepadamu jika tunai dengan harga 50 juta rupiah dan jika tidak tunai dengan harga 70 juta rupiah”. Lalu mereka berpisah dan pembeli membawa Honda CBR tersebut tanpa menentukan harga yang mana dia setujui.

Ketiga: Tidak jelas jangka waktu pembayaran. Misalnya: Penjual berkata, “saya jual laptop ini ini dengan harga 5 juta rupiah dibayar kapan anda mampu”.

Maka…. Jika kita amati bentuk-bentuk praktek dagang/jual beli diatas jelaslah bahwa seluruh akadnya mengandung unsur untung-rugi (spekulasi). Bila salah satu pihak mendapat keuntungan pihak lain mengalami kerugian, inilah hakikat sebenarnya dari gharar.

Pembeli kardus yang tidak mengetahui isinya dengan harga Rp. 100.000,- mungkin mendapat untung jika ternyata isinya seharga Rp. 130.000,- dan mungkin mengalami kerugian jika ternyata isinya seharga Rp. 90.000,- . Dan begitulah seterusnya bentuk-bentuk akad gharar yang lain.

Hubungan Gharar dengan Qimar

Qimar sejatinya sama dengan gharar, karena asasnya juga ketidakjelasan yang berkemungkinan mendatangkan kerugian atau keuntungan. Hanya saja perbedaan antara keduanya bahwa qimar biasa terjadi pada permainan atau perlombaan sedangkan gharar terjadi pada akad dagang/jual-beli. Contoh bentuk qimar:

  • Dua orang atau lebih melakukan sebuah permainan dan masing-masing mengeluarkan sejumlah uang dengan syarat yang keluar sebagai pemenang dari permainan tersebut mengambil seluruh uang.
  • Dua orang atau lebih melakukan taruhan. Dengan mengatakan jika yang keluar sebagai pemenang adalah kesebelasan yang saya unggulkan maka anda harus membayar uang sekian dan jika sebaliknya maka saya bayar uang kepada anda sekian

Hubungan Gharar dengan Maysir

Gharar adalah salah satu bentuk maysir, karena maysir terbagi 2:

  1. Maysir yang diharamkan karena mengandung unsur qimar, seperti contoh diatas. Ini berarti maysir memiliki arti yang sama dengan gharar.
  2. Permainan yang diharamkan sekalipun tidak melibatkan pembayaran uang. Ini merupakan pemahaman dari sebagian ulama salaf disaat mereka menjelaskan apa itu maysir?, mereka menjawab, “segala bentuk permainan yang melalaikan dari shalat dan zikrullah termasuk maysir, sekalipun tidak ada taruhan uang di dalamnya.”

Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim serta mereka menukilnya dari mayoritas para ulama. Menurut mereka sebab diharamkannya maysir bukanlah karena mengandung unsur spekulasi, akan tetapi karena maysir melalaikan seseorang dari shalat, zikrullah dan menimbulkan kebencian serta permusuhan, sedangkan fungsi uang hadiah hanyalah sebagai penarik orang untuk ikut serta dalam permainan tersebut.

Hubungan Gharar dengan Mukhatarah (spekulasi)

Mukhatarah (spekulasi) lebih umum daripada gharar. Mukhatarah terbagi 2:

  1. Mukhatarah yang disebabkan oleh ketidakjelasan barang atau harga. Mukhatarah jenis ini termasuk qimar dan gharar.
  2. Mukhatarah yang disebabkan oleh karena pelaku akad belum dapat memastikan keuntungan dari akad niaga yang mereka lakukan, akan tetapi barang dan harganya jelas bagi mereka. Yang tidak jelas, apakah akad niaga ini akan mendatangkan keuntungan besar atau sebaliknya. Mukhatarah jenis ini dibolehkan dan tidak termasuk gharar karena seluruh akad niaga tidak terlepas dari mukhatarah jenis ini. Contoh gampangnya aktifitas ini adalah di bursa saham.

Ibnu taimiyah berkata,” tidak ada satupun dalil yang mengharamkan seluruh bentuk mukhatarah. Bahkan sebaliknya Allah dan Rasul-Nya tidak mengharamkan seluruh bentuk mukhatarah yang pelaku akad masuk ke dalam area untung dan rugi. Karena seluruh pelaku niaga (pebisnis) mengharapkan keuntungan dan menghindari kerugian. Dengan demikian mukhatarah jenis ini dibolehkan berdasarkan dali dari Al quran, hadist dan ijma, dan seorang pedagang dapat disebut mukhathir (spekulan).

Berdasarkan hal di atas maka jual beli yang dilakukan secara cepat terhadap beberapa jenis barang seperti saham yang mengandung unsur spekulasi tinggi karena pembeli kemungkinan mendapat keuntungan dalam beberapa saat atau sebaliknya tidaklah dianggap qimar apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, yang diantaranya barang dan harga jelas.

Dalil Tentang Keharaman Prakter Jual-Beli Secara Gharar

Bai’ gharar hukumnya haram berdasarkan Al-Qur’an, hadist dan ijma.

  1. Dalil Al-Qur’an, firman Allah Ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)“. (Al-Maidah : 90-91) Dan Gharar merupakan bagian dari bentuk judi.

  1. Hadist

عن أبى هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع الحصاة و عن بيع الغرر

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang jual beli Hashah (jual beli tanah yang menentukan ukurannya sejauh lemparan batu) dan juga melarang jual beli Gharar. HR. Muslim.

  1. Ijma’

Para ulama sepakat bahwa bai’ gharar secara umum hukumnya haram.

Kriteria Gharar Yang Diharamkan

Gharar dihukumi haram jika terdapat salah satu kriteria berikut ini:

  1. Jumlahnya besar. Jika gharar yang sedikit, sulit atau tidak mungkin dihindari dan tidak mempengaruhi keabsahan akad, seperti: pembeli mobil yang tidak mengetahui bagian dalam mesin atau pembeli saham yang tidak mengetahui rincian aset perusahaan.

Ibnu Qayyim berkata,” gharar dalam jumlah sedikit atau tidak mungkin dihindari niscaya tidak mempengaruhi keabsahan akad, berbeda dengan gharar besar atau  gharar yang mungkin dihindari”. (zaadul maad jilid.V hal. 820).

Al Qarafi berkata, “gharar dalam bai’ (jual-beli) ada 3 macam:

  • Gharar besar membatalkan akad, seperti menjual burung di angkasa.
  • Gharar yang sedikit tidak membatalkan akad dan hukumnya mubah, seperti ketidakjelasan pondasi rumah atau ketidakjelasan jenis benang baju yang dibeli.
  • Gharar sedang, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Apakah boleh atau tidak.” ( furuuq jilid.III hal. 265).

Al Baji berkata, “gharar besar yaitu rasionya dalam akad terlalu besar sehingga orang mengatakan jual-beli ini gharar”. (Muntaqa jilid. 5 hal. 41).

  1. Keberadaannya dalam akad mendasar. Jika gharar dalam akad hanya sebagai pengikut tidak merusak keabsahan akad. Dengan demikian menjual binatang ternak yang bunting, menjual binatang ternak yang menyusui dan menjual sebagian buah yang belum matang dalam satu pohon dibolehkan. Walaupun janin, susu dan sebagian buah tersebut tidakjelas, karena keberadaanya hanya sebagai pengikut. Tentunya hal ini sangat terkait dengan kebijakan para pelaku transaksi.
  2. Akad yang mengandung gharar bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak. Jika suatu akad/transaksi mengandung gharar dan akad/transaksi tersebut dibutuhkan oleh orang banyak maka transaksi itu hukumnya sah dan dibolehkan.

Ibnu Taimiyah berkata, “level atau tingkat mudharat gharar di bawah riba, oleh karena itu diberi rukhsah (keringanan)  jika dibutuhkan oleh orang banyak, karena jika diharamkan maka mudharatnya lebih besar daripada dibolehkan”. (Qawaid nuraniyah hal.140). Dengan demikian dibolehkan menjual barang yang tertimbun dalam tanah, seperti: wortel, bawang, umbi-umbian dan menjual barang yang dimakan bagian dalamnya, seperti: semangka telur dan lain-lain sekalipun terdapat gharar. Karena kebutuhan orang banyak untuk menjual dengan cara demikian tanpa dibuka terlebih dahulu bagian dalamnya atau dicabut dari tanah.

  1. Gharar terjadi pada akad jual-beli.

Jika gharar terdapat pada akad hibah hukumnya dibolehkan. Misalnya: Seseorang bersedakah dengan uang yang ada dalam dompetnya padahal dia tidak tahu berapa jumlahnya. Atau seseorang yang menghadiahkan bingkisan kepada orang lain, orang yang menerima tidak tahu isi dalam bingkisan tersebut, maka sedekah atau hadiahnya sah walaupun mengandung gharar.

Aplikasi Gharar dalam Mualamat Kontemporer

 Gharar berhubungan erat dengan beberapa muamalat kontemporer, diantaranya:

1. Asuransi

Asuransi adalah kontrak antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atas resiko kerugian yang tertera di dalam kontrak dan tertanggung berkewajiban membayar premi kepada perusahaan asuransi. Misalnya: Seseorang membuat perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk membayar premi 3 juta rupiah setiap tahun dengan imbalan kesediaan perusahaan asuransi untuk mengganti kerugian saat terjadi kecelakaan pada kendaraan pihak tertanggung.

Asuransi dapat dibagi berdasarkan obyeknya kepada beberapa bentuk:

  • Asuransi kesehatan, yaitu: pihak asuransi menanggung seluruh biaya pengobatan pihak tertanggung.
  • Asuransi jiwa, yaitu: pihak asuransi memberikan uang dalam jumlah tertentu kepada ahli waris pihak tertanggung andai dia meninggal dunia.
  • Asuransi pihak ketiga, yaitu: pertanggungan resiko karena tuntutan biaya ganti rugi dari pihak ketiga yang dirugikan, seperti kecelakaan lalu lintas atau kesalahan dalam profesi.
  • Asuransi properti, seperti : rumah, barang dan lain-lain.

Asuransi terbagi menjadi 2 jenis:

  1. Asuransi komersial: Asuransi jenis ini yang menguasai dunia asuransi dewasa ini, sehingga kata asuransi konotasinya adalah asuransi jenis ini, yaitu : perjanjian antara dua belah pihak antara perusahaan asuransi dan pihak tertanggung yang menyatakan bahwa pihak tertanggung berkewajiban membayar sejumlah premi kepada pihak asuransi untuk memberikan penggantian kerugian kepada pihak tertanggung bila terjadi kerugian. Kontrak ini tidak bertujuan kooperatif atau solidaritas, akan tetapi semata-mata bertujuan mencari laba. Dan laba tersebut diperoleh dari selisih total premi nasabah dan kewajiban penggantian yang harus diberikan.
  2. Asuransi Kooperatif (takaful): Asuransi takaful, yaitu: himpunan sekelompok orang yang menghadapi resiko yang sama, setiap anggota membayar iuran yang telah ditetapkan, iuran tersebut digunakan untuk mengganti kerugian yang menimpa anggota, jika total iuran berlebih setelah diberikan gantirugi kepada anggota yang terkena kerugian, maka sisa iuran dibagikan kembali kepada para anggota dan jika total iuran kurang dari jumlah uang ganti-rugi maka ditarik iuran tambahan dari seluruh anggota untuk menutupi defisit atau rasio bayaran ganti-rugi dikurangi. Para anggotanya tidak bermaksud mencari laba akan tetapi bertujuan kooperatif dan solidaritas mengurangi kerugian yang menimpa sebagian anggota. Dan setiap anggota merupakan pihak penanggung dan tertanggung. Misalnya: sekelompok dokter yang berjumlah 1000 orang mendirikan yayasan asuransi kooperatif dimana setiap anggota berkewajiban membayar iuran sebanyak 1 juta rupiah setiap tahun dengan tujuan membayar ganti-rugi tanggung-jawab kesalahan profesi yang terjadi pada sebagian anggota. Dengan demikian total biaya terhimpun setiap tahunnya 1,2 milyar rupiah. Jika total biaya penggantian 1,5 milyar rupiah maka setiap anggota ditarik iuran tambahan sebanyak  300 ribu rupiah per-anggota atau biaya penggantian dipotong 1/5 dan dibayar sebanyak 80% saja.

Bentuk-bentuk Asuransi Kooperatif (takaful) dewasa ini adalah:

  1. Asuransi sosial yang diberikan pemerintah atau dewan nasional kepada rakyat.
  2. Program pensiunan / tabungan hari tua dimana uang yang terkumpul diinvestasikan dalam bentuk usaha yang dibolehkan syariah.
  3. Asuransi kesehatan yang dikelola oleh pemerintah dan terkadang rakyat ditarik iuran secara simbolis.
  4. Koperasi syariah yang dibentuk oleh ikatan profesi tertentu.

Hukum Asuransi

1. Asuransi komersial

Ulama kontemporer pada umumnya berfatwa bahwa asuransi komersial dengan segala bentuknya adalah hukum haram, baik asuransi jiwa, kesehatan, properti, maupun kendaraan. Hal ini disebabkan beberapa alasan;

  • karena kontraknya berasaskan qimar dan gharar yang akadnya dikaitkan dengan kejadian yang tidak jelas, mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi.
  • Kedua belah pihak saat membuat akan tidak mengetahui apa yang akan diterima dan yang akan dibayar dan besarnya laba yang akan didapat oleh salah satu pihak sebanding dengan kerugian yang diderita pihak lain dengan demikian akad ini berada dalam area spekulasi, inilah hakikat gharar.

Misalnya:

Seseorang mengasuransikan kendaraannya selama satu tahun dengan premi 1 juta rupiah, kemungkinan satu tahun berlalu ia tidak mengalami kecelakaan, dengan demikian premi yang dibayarkannya tanpa imbalan. Yang mendapat laba dalam hal ini adalah perusahaan asuransi, sedangkan pihak tertanggung rugi. Jika dalam satu tahun tersebut terjadi kecelakaan yang mengharuskan perusahaan asuransi membayar Rp. 3 juta, dalam hal ini pihak tertanggung mendapat laba dan perusahaan asuransi mendapat rugi.

2. Asuransi Kooperatif (Takaful)

Para ulama kontemporer umumnya memfatwakan asuransi takaful hukumnya mubah sekalipun kontrak ini mengandung unsur gharar akan tetapi seperti yang telah dibahas sebelumnya, gharar dalam akad hibah dibolehkan.

Tujuan dan Prinsip asuransi takaful berbeda dengan asuransi komersial, asuransi takaful bertujuan merealisasikan solidaritas dan menolong sesama pihak tertanggung, dengan prinsip ini visi takaful sesuai dengan prinsip syariat islam, sedangkan asuransi komersial berprinsip untuk mencari laba karena itu diharamkan.

Pengecualian

Sekalipun asuransi komersial diharamkan karena mengandung gharar namun dikecualikan hukum haramnya pada kondisi tertentu dimana dampak ghararnya tidak merusak akad, di antaranya;

  1. Apabila keberadaan asuransi tersebut dalam sebuah akad hanya sebagai pengikut. Misalnya:

− Seseorang membeli barang elektronik mobil dll  dengan cara kredit. Dalam akad tercantum kewajiban membayar asuransi.

− Seseorang mengirim barang melalui jasa pengiriman barang yang dalam akad pengiriman tertera kewajiban membayar asuransi.

  1. Apabila asuransi komersial tersebut merupakan kebutuhan orang banyak. Misalnya:

Asuransi kendaraan yang diwajibkan oleh sebuah Negara. Dalam hal ini seseorang hanya boleh membayar asuransi kendaraan dengan premi yang paling murah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Negara tersebut.

  1. Apabila asuransi komersial diterima TANPA PREMI. Misalnya:

Asuransi          kesehatan        yang    diberikan         oleh perusahaan kepada para karyawannya tanpa mewajibkan mereka membayar premi.

2. Undian berhadiah

Yang dimaksud undian berhadiah adalah undian yang dilaksanakan oleh perusahaan barang atau jasa dengan tujuan menarik para pembeli dan melariskan dagangan atau jasa yang mereka tawarkan dengan cara memberikan hadiah untuk para pemenang yang ditentukan secara undian.

Hukum dan beberapa bentuk undian berhadiah

  1. Undian berhadiah tanpa menarik iuran dari peserta, maksudnya kupon undian diberikan kepada peserta dengan cara cuma-cuma, maka hukum undian ini dibolehkan syariat karena tidak ada dalil yang melarangnya dan juga gharar yang terdapat dalam akad ini yang disebabkan ketidaktahuan peserta akan fisik hadiah yang mereka terima tidak berdampak merusak akad. Karena gharar ini dalam akad hibah bukan akad jual beli. Dan gharar dalam akad hibah seperti yang telah dijelaskan hukumnya mubah.
  2. Undian berhadiah dengan membayar iuran, undian jenis ini diharamkan sekalipun jumlah iurannya sangat sedikit, karena ghararnya nyata, dimana peserta membayar iuran yang kemungkinan ia mendapatkan hadiah sehingga berlaba atau ia tidak mendapat apa-apa sehingga ia rugi, maka undian ini termasuk maysir.

Jika undian tersebut tidak menarik iuran secara khusus akan tetapi untuk dapat mengikuti undian disyaratkan membeli barang, misalnya kupon undian tertera pada majalah atau menempel pada suatu barang maka hukum mengikuti undian ini dibolehkan karena keberadaan undian hanya sebagai pengikut dalam akad. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa gharar yang hanya sebagai pengikut dalam akad tidaklah diharamkan.

Namun perlu diingat, jika pembeli membeli barang tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kupon sedangkan ia tidak membutuhkan barangnya maka hukumnya haram karena kupon dalam hal ini adalah tujuan pembelian dan bukan sebagai pengikut.

3. Transaksi berjangka (futures)

Transaksi berjangka adalah salah satu bentuk cara jual beli instrumen di pasar keuangan dimana berlangsungnya pembayaran dan penerimaan instrumen pada masa yang akan datang yang disebut dengan pay-day (waktu pembayaran). Misalnya: Pak Ahmad membeli 100 saham dari pak Ali dengan harga 10 juta rupiah pada hari Kamis tanggal 4 Januari, dimana saham dan uang diserahkan pada hari Senin tanggal 4 Februari.

Hukum transaksi berjangka

Transaksi berjangka hukumnya haram karena;

  • Penyerahan barang dan uang tidak tunai. Dan para ulama sepakat mengharamkan jual beli barang dan uang yang tidak tunai
  • Transaksi ini mengandung gharar disebabkan turun-naik harga dalam jangka waktu tertentu.
  • Pada umumnya saat kontrak terjadi, penjual belum memiliki barang yang dijualnya, ini termasuk menjual barang yang tidak dimiliki.

4. Transaksi Opsi (option)

Opsi adalah salah satu cara jual beli instrumen di pasar keuangan dimana penyerahan uang yang berarti mendapatkan hak untuk membeli atau menjual instrumen pasar keuangan dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang tertera dalam kontrak. Misalnya: Hari ini harga saham salah satu perusahaan yang dijual di pasar keuangan bernilai 100 ribu rupiah, Pak Khalid memperkirakan saham ini akan naik pada masa yang akan datang, maka dia memutuskan melakukan transaksi opsi dengan pak Zaid dengan nilai Rp. 5.000,- sebagai imbalan kesediaan pak Zaid untuk menjual sahamnya yang seharga 100 ribu rupiah kapanpun diminta pak Khalid selama jangka waktu 100 hari. Andai perkiraan pak Khalid benar dan harga saham perusahaan tersebut menjadi 120 ribu rupiah maka pak Khalid mengambil haknya dengan kontrak opsi dan membeli saham dengan harga 100 ribu rupiah pada hari dimana harga saham tersebut 120 ribu rupiah, dari kontrak ini pak Khalid mendapat untung sebanyak Rp. 15.000,- yang merupakan selisih dari dua harga, harga kontrak opsi sebesar Rp. 5.000,- yang telah diberikan sebelumnya kepada pak Zaid.

Adapun jika harga saham tersebut tidak naik dapat dipastikan pak Khalid tidak akan mengambil hak transaksi opsi. Jika harga saham tersebut turun menjadi 90 ribu rupiah dapat dipastikan pak Khalid akan membelinya di bursa saham daripada membelinya dari pak Zaid. Dalam kondisi ini pak Khalid telah menderita kerugian sebanyak Rp. 5.000,- uang biaya kontrak opsi.

Hukum transaksi opsi

Transaksi opsi hukumnya haram, karena;

  • Mengandung gharar dalam jumlah yang besar. Dan jual beli ini termasuk judi karena berada dalam area spekulasi.
  • Umumnya penjual opsi belum sempurna memiliki saham yang merupakan obyek akad, berarti ia menjual barang yang bukan miliknya.

(Bersambung)

Prepared by Sofiandi

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *