FAKHRUDDIN AL-RAZI | Fitra Yamiswad

Mahasiswa Semester 1 Prodi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Fakhruddin al-razi mempunya nama lengkap Muhammad bin Dhiyau ad-Din Umar bin Husain bin Hasan Fakhruddin al-razi. Fakhr al-Din al-Razi lahir di Rayy dekat Teheran saat ini pada tahun 543 atau 544 H/ 1149-50 M. Seperti pendahulunya al-Ghazali, ia adalah penganut mazhab Syafi’i di bidang hukum dan teologi Asy’arisme (lihat Asy’ariyya dan Mu’tazila ). Dia tertarik pada studi filsafat sejak usia dini, di mana dia segera menjadi mahir. Di usia akhir dua puluhan, dia mengunjungi Kwarazm dan Transoxania, di mana dia bertemu dengan beberapa teolog terakhir dalam tradisi Mu’tazilah. Meskipun ia mengalami kesulitan dan kemiskinan pada awal karirnya, sekembalinya ke Rayy dari Transoxania ia menjalin hubungan patronase pertama dengan para penguasa di timur yang berkontribusi pada kekayaan dan otoritasnya yang konon cukup besar.

            Ia begitu menghormati ayahnya, dari ayahnya ia belajar bidang ilmu ushul dan sekte-sekte madzhab. Setelah wafat ayahnya ia berguru kepada Simmani dalam ilmu fiqih, kenudian kembali ketempat asalnya untuk menekuni filsafat dan kalam dari Majili. Ia juga belajar pada seorang teolog Syiah Mahmud bin Ali al-himsha.

banner 336x280

            Dalam ilmu-ilmu agama, al-Ghazali telah melegitimasi penggunaan logika, sekaligus menyerang doktrin-doktrin kunci metafisika para filsuf yang paling bertentangan dengan doktrin ortodoks. Langkah ini mempersiapkan landasan bagi penggabungan argumentasi filosofis ke dalam teologi. Melalui al-Razi pernikahan ini terlaksana sepenuhnya di dunia Sunni. Semua karya teologis utamanya dimulai dengan bagian tentang metafisika, dan ini menjadi pola bagi sebagian besar penulis di kemudian hari.

            Pada zama fakhruddin ar-razi ada sekolompok ekstrim yang ingin menyebarkan faham tajism, al-razi merupakan musuh terbesar mereka dalam misi ini sehingga mereka berniat untuk membunuh al-razi jikalau tidak dapat membunuh mereka akan membongkar makamnya kemudian membakar jasadnya. Mendengar pernyataan tersebut bukannya al-razi gentar melainkan dengan tegas al-razi menentang mereka.

            Fakhruddin al-razi menggabungkan metode filsafat islam dengan metode aristotels (yang memilih argument efek dari agen kemudian menerima apa yang disampaikan oleh rasul dan para nabi dan dianggap sebagai musalamat yang tidak perlu diperdebatkan. Al-razi juga menguasai ilmu dalam kitab Mabahits al-masyriqiyah, sehingga ia dapat memahami, mengevaluasi, dam menganalisa filsafat peripatetic. Ia juga memiliki nalar yang tajam sehingga dapat melihat apa yang bisa dikritik dari filsafat ibnu sina, sehingga ia menulis syarah al-isyarat wa at-tanbihat yang bisa dibilang bukan syarah tetapi jahr (mengkritik dengan keras).

            Al-razi beursaha memanfaatkan yang signifikan pada zamannya untuk memperkuat pondasi akidah yang bertumpu pada akal dan bertolak dari agen (fa’il) menuju aksi (fi’il). Menurutnya,  fitrah membantub kita menyaksikan eksistensi tuhan yang mempunyai ikhtiar sebelum memahami dari dalil-dalil. Eksistensi tuhan adalah hal yang axiomatic atau makrifat yang awal. Fitrah yang asli meyaksikan dan merasakan kebutuhan alam kepada pelaku.

            Persoalan sejauh mana al-Razi harus dianggap sebagai seorang filsuf (bukan teolog) diperumit oleh perubahan-perubahan pandangan selama hidupnya, dan oleh kepribadiannya yang sangat suka berdebat dan sering kali melampaui batas, yang ia sendiri akui. Gayanya ditandai dengan dialektika yang sangat luas, seringkali berakhir dengan kehalusan yang sangat artifisial, dan tidak mudah untuk diikuti. Keteguhan hati dan kadang-kadang kegembiraan yang nyata ketika al-Razi menggunakan metode ini untuk menerima korban-korbannya membuatnya mendapat julukan Iman al-Mushakkikin (Pemimpin Orang-Orang yang Keraguan) di kalangan filsuf. Meskipun demikian, al-Razi sangat teliti dalam menyajikan pandangan-pandangan yang hendak dikritiknya, dan menunjukkan perhatiannya untuk menyusun dialektika yang ketat di mana gagasan-gagasan teologis dapat diperdebatkan sebelum dilakukan arbitrase nalar. Hal ini diduga membuatnya mendapat serangan dari mereka yang percaya bahwa menegakkan doktrin ortodoks adalah tugas utama teologi, salah satu di antaranya mengatakan bahwa dalam karya al-Razi ‘bid’ah ada dalam bentuk tunai, sanggahan dalam bentuk kredit’.

            Salah satu perhatian utama al-Razi adalah kemandirian intelektual. Pernyataannya yang paling kuat menunjukkan bahwa ia percaya bahwa pembuktian berdasarkan Tradisi ( hadits ) tidak akan pernah bisa membawa pada kepastian ( yaqin ) tapi hanya pada dugaan ( zann ), sebuah pembeda utama dalam pemikiran Islam. Di sisi lain, pengakuannya terhadap keutamaan Al-Qur’an semakin bertambah seiring bertambahnya usia. Pemeriksaan mendalam terhadap rasionalisme al-Razi belum pernah dilakukan, namun ia tentu saja memegang peranan penting dalam perdebatan tradisi Islam mengenai harmonisasi akal dan wahyu. Di tahun-tahun terakhirnya, dia tampaknya telah menunjukkan minat pada mistisisme, meskipun hal ini tidak pernah menjadi bagian penting dari pemikirannya.

            Tulisan filosofis Al-Razi yang paling penting adalah dua karya masa mudanya, sebuah komentar ( sharh ) tentang fisika dan metafisika Kitab al-isharat wa-‘l-tanbihat (Keterangan dan Peringatan) karya Ibnu Sina (lihat Ibnu Sina ) dan satu lagi mengerjakan subjek yang sama, al-Mabahith al-mashriqiyya (Studi Timur) , yang sebagian besar didasarkan pada al-Shifa’ dan al-Najat serta al-Isharat , namun al-Razi lebih memilih pandangan Abu ‘l-Barakat al-Baghdadi (wafat setelah tahun 560 H / tahun 1164-5 M). Yang juga menarik secara filosofis adalah teks teologisnya Muhassal al-afkar (Panen Pemikiran) . Mungkin karya terbesar al-Razi adalah Mafatih al-ghayb (Kunci Menuju Yang Tidak Diketahui) , salah satu tafsir Al-Qur’an yang paling luas, mencapai delapan jilid dalam kuarto dan lebih dikenal sebagai al-Tafsir. al-kabir (Komentar Hebat) . Seperti yang dengan senang hati ditunjukkan oleh para pengkritiknya yang lebih ortodoks, karya ini, yang dikerjakan al-Razi hingga akhir hayatnya dan diselesaikan oleh seorang murid, mengandung banyak kepentingan filosofis.

            Selain sebagai seorang teolog dan filsuf beliau tentunya adalah seorang ilmuwan, beliau termasuk ilmuwan muslim yang berpengaruh. Ia menulis berbagai karya dibidang kedokteran, kimia, fisika, dan astronomi.@

Penulis:

Fitra Yamiswad:
Mahasiswa Semester 1 Prodi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau
banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *