ACADEMICS.web.id – Beberapa ahli tafsir menganggap menjadikan non muslim sebagai pemimpin adalah haram dan itu sudah ada sejak dulu seperti dalam “tafsir Syaikh Imam Qurtubi, Ibnu Katsir, Al-Qadhi Iyadh, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Hajar”. Para ahli tafsir menyatakan bahwasanya dengan menjadikan non muslim sebagai seorang pemimpin adalah haram. Akan tetapi, menurut Ibnu Taimiyah “seorang pemimpin yang mampu mewujudkan /melaksanakan keadilan meskipun ia seorang non muslim apabila ia memang lebih baik dari pada seorang pemimpin muslim tapi ia tidak dapat mewujudkan keadilan maka ia yang lebih layak untuk menjadi pemimpin”.
Syarat bolehnya seorang non muslim menjadi pemimpin yakni mereka tidak termasuk dalam golongan non muslim yang munafiq mengacu pada firman Allah SWT:
“kecuali orang-orang mushrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka dan mereka tidak mengurangi sesuatupun dari isi perjanjian mu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadaap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya . Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa”(Q.S. At-Taubah: ayat 4).
Pembahasan tentang kepemimpinan, ada juga hadist yang menjelaskan tentang ini yaitu hadist riwayat Bukhari Muslim, yaitu:
“Telah menceritakan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah ibn Dinar dari Abdullah ibn Umar bahwasanya Rasullah bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya, seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rahyat yang dipimpinnya.
Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan diminta pertanggangjawaban perihal keluarga yang dipimpinnya, seorang istri adalaah pemimpin atas rumah tangga suami dan anaknya dan akan diminta pertanggungjawaban atas tugasnya, seorang pembantu adalah bertanggngjawab atas harta tuannya dan akan ditanya dari tanggungjawabnya, dan kamu sekalian adalah pemimpin pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban perihal kepemimpinannya”.(H.R.Bukhari dan Muslim).Hadist tersebut menjelaskan tentang etika kepemimpinan dalan Islam. Dan etika yang lebih utama adalah tanggungjawab.@
Penulis:
Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau