ACADEMICS.web.id – Dalam kitab I’anatut Thalibin (2 :255) disebutkan makna al-istimna’ adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jimak (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya. Istilah al-istimna’ di sini sama dengan onani atau masturbasi.
Hukum Masturbasi Menurut Ulama:
- Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath Al-Bari (9/112),”Sebagian golongan ulama membolehkan masturbasi. Bolehnya masturbasi menurut ulama Hambali dan sebagian Hanafi berguna untuk menurunkan tensi syahwat.”
- Al-Murdawi berkata,”Tidak dibolehkan melakukan maturbasi dan menikahi budak kecuali dalam keadaan terpaksa. Jika memang dalam kondisi terpaksa, maka didahulukan menikahi budak dan hukumnya haram melakukan masturbasi sebagaimana Imam Ahmad memutuskan Hukum tersebut dalam Al-Wajiz dan selainnya. Iman Ahmad Rabimabullah telah menjelaskan permasalahan ini. ‘Ibnu Uqail berpendapat dalam Mufradat nya,”Alu lebih senang masturbasi daripada menikahi budak.”
- Kemudian Al-Murdawi berkata lagi, “Hukum perempuan yang melakukan masturbasi sama dengan hukum laki-laki yang melakukannya. Dia menggunakan sesuatu seperti zakar karena khawatir berbuat zina. Pendapat mengenai kesamaan hukum bagi perempuan dan laki-laki dalam masalah masturbasi adalah pendapatnya yang dapat dipertanggungjawabkan.”
- Ibnu Qayyim berkata, “apabila seseorang laki-laki mampu untuk menikah atau mengambil budak, maka haram hukumnya melakukan masturbasi dengan tangan.”
- Ibnu Uqail berkata, “Para murid Imam Ahmad dan guru kita -Abu Ya’la- mereka tidak menyinggung seputar masturbasi kecuali menghukumi makruh, tidak sampai menghukumi haram secara mutlak.”
Penulis:

Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau