ACADEMICS.web.id – Menurut ulama kalangan Hanafiah dan Syafi’iah, nikah siri ialah nikah yang dilaksanakan tanpa menghadirkan saksi-saksi. Jika dihadiri oleh 2 orang saksi, maka hal itu tidak termasuk dalam pengertian nikah siri. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa ulama dari mazhab Hanafi dan Syafi’i sepakat mengenai status hukum nikah siri, yaitu tidak sah karna bertentangan dengan hadist Nabi yang menyatakan bahwa tidak sah nikah yang dilaksanakan tanpa wali dan 2 orang saksi yang adil. Sementara itu menurut Abu Tsaur, hadirnya saksi dalam akad nikah bukan sebagai persyaratan sah dan bukan sebagai persyaratan kesempurnaan nikah. Oleh sebab itu, menurutnya nikah tanpa saksi tetap sah, dengan catatan harus di publikasikan setelah akad nikah terlaksana.
Sejalan dengan status hukum nikah siri yang dinyatakan tidak sah oleh mayoritas ulama, ulama dari kalangan Hanafiah, Syafi’iah, dan Hanabilah menganggap nikah siri adalah pernikahan yang batil karna bertentangan dengan hadis tentang kewajiban memublikasikan pernikahan dan hadis tentang tidak sahnya pernikahan yang tidak dihadiri oleh wali dan dua orang saksi yang adil. Selanjutnya, ulama kalangan Malikiah menjelaskan bahwa jika nikah siri ini terjadi, secara otomatis dianggap fasakh atau rusak status pernikahannya, terlebih kalau terjadi kontak seksual atau hanya terjadi dalam waktu singkat. Akan tetapi, kalau sudah terjadi dalam waktu yang lama dan telah terjadi kontak seksual di dalamnya, tidak secara otomatis terfasakh. Hal ini berbeda dengan pendapat Ibnu Al-Hajib yang tetap mengatakan harus dianggap rusak walauoun pernikahan siri itu telah berlangsung lama dan telah terjadi kontak seksuala antara suami istri dalam pernikahan siri ini.
Disamping itu, masih terdapat sebuah bentuk nikah siri lainnya yang menurut para ulama kalangan Hanabilah hukumnya makruh, tetapi tetap sah. Nikah siri tersebut adalah nikah siri yang pada saat akad nikah dihadiri oleh seorang wali dan 2 saksi yang adil, tetapi setelah itu para pihak sepakat menutupi dan memublikasikan pernikahan tersebut. Dalam hal ini, Ibnu Qudamah berkata, “jika pernikahan terlaksana dengan hadirnya seorang wali dan dua orang saksi kemudian mereka sepakat untuk merahasiakannya atau mereka saling berpesan agar menyembunyikan peristiwa akad nikah itu, hal itu di makruhkan, walaupun status hukum pernikahannya tetap dianggap sah”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nikah siri dalam perspektif fiqih ialah nikah yang dilaksanakan tanpa menghadirkan wali dan 2 orang saksi. Hukum pernikahan siri perspektif fiqih ini jelas tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan hadis Nabi yang mengharuskan adanya wali dan 2 orang saksi dalam sebuah akad nikah. Dengan demikian, terminologi nikah siri di masyarakat Indonesia jauh berbeda dengan pengertian nikah siri dalam perspektif fiqih. Hal itu disebabkan defenisi nikah siri perspektif masyarakat tidak lain adalah nikah dibawah tangga atau pernikahan yang tidak di catat di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan.@
Penulis:
Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau