ACADEMICS.web.id – Ibnu Rusyd sering dilantik sebagai Averroes ,adalah filsuf dan pemikiran dari Al-Andalus yang menulis dalam bidang disiplin ilmu, termasuk filsafat, akidah atau teologi islam, kedoktoran, astronomi, fisika, fiqih, atau hukum islam dan linguistik.karya-karyanya filsafatnya termasuk banyak tafsir, parafrase dan ringkasan karya-karya yang membuatnya dijuluki oleh dunia barat sebagai “Sang Penafsir”.Ibnu Rusyd juga semasa hidupnya mengabdi sebagai hakim dan dokter istana untuk kekhalifahan Muwahhidun.
Ibnu Rusyd lahir di Kordoba dari keluarga yang melahirkan hakim-hakim terkenal; kakeknya adalah qadhi al-qudhat (hakim kepala) dan ahli hukum terkenal di kota itu. Pada tahun 1169 ia bertemu dengan khalifah Abu Yaqub Yusuf, yang terkesan dengan pengetahuan Ibnu Rusyd. Sang khalifah kemudian mendukung Ibnu Rusyd dan banyak karya Ibnu Rusyd adalah proyek yang ditugaskannya. Ibnu Rusyd juga beberapa kali menjabat sebagai hakim di Sevilla dan Kordoba. Pada 1182, ia ditunjuk sebagai dokter istana dan hakim kepala di Kordoba. Setelah wafatnya Abu Yusuf pada tahun 1184, ia masih berhubungan baik dengan istana, hingga 1195 saat dia dikenai berbagai tuduhan dengan motif politik. Pengadilan lalu memutuskan bahwa ajarannya sesat dan Ibnu Rusyd diasingkan ke Lucena. Setelah beberapa tahun di pengasingan, istana memanggilnya bertugas kembali, tetapi tidak berlangsung lama karena Ibnu Rusyd wafat.
Ibnu Rusyd adalah pendukung ajaran filsafat Aristoteles. Ia berusaha mengembalikan filsafat dunia Islam ke ajaran Aristoteles yang asli. Ia mengkritik corak Neoplatonisme yang terdapat pada filsafat pemikir-pemikir Islam sebelumnya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, yang ia anggap menyimpang dari filsafat Aristoteles. Ia membela kegiatan berfilsafat dari kritik yang dilancarkan para ulama Asy’ariyah seperti Al-Ghazali. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa dalam agama Islam berfilsafat hukumnya boleh, bahkan bisa jadi wajib untuk kalangan tertentu. Ia juga berpendapat bahwa teks Quran dan Hadis dapat diinterpretasikan secara tersirat atau kiasan jika teks tersebut terlihat bertentangan dengan kesimpulan yang ditemukan melalui akal dan filsafat. Dalam bidang fikih, ia menulis Bidayatul Mujtahid yang membahas perbedaan mazhab dalam hukum Islam. Dalam kedokteran, ia menghasilkan gagangan baru mengenai fungsi retina dalam penglihatan, penyebab strok, dan gejala-gejala penyakit Parkison, serta menulis buku yang kelak diterjemahkan menjadi sebuah buku teks standar di Eropa.
Pengaruh Ibnu Rusyd ke dunia Barat jauh lebih besar dibanding dunia Islam. Ibnu Rusyd menulis banyak tafsir terhadap karya-karya Aristoteles, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani dan bahasa Latin dan beredar di Eropa. Terjemahan karya-karya Ibnu Rusyd memicu para pemikir Eropa Barat untuk kembali mengkaji karya-karya Aristoteles dan pemikir Yunani lainnya, setelah lama diabaikan sejak jatuhnya kekaisaran Romawi. Pendapat-pendapat Ibnu Rusyd juga menimbulkan kontroversi di dunia Kristen Latin, dan menginspirasi sebuah gerakan filsafat yang disebut Averroisme. Salah satu doktrinnya yang kontroversial di dunia Barat adalah teori yang disebut “Kesatuan Akal” (unitas intellectus dalam bahasa Latin), yang menyatakan bahwa semua manusia bersama-sama memiliki satu akal atau “Intelek”
Kehidupan Dan Pendidikan Ibnu Rusyd
Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd lahir pada tahun 1126 M /520 H di Kordobat, yang ketika itu merupakan wilayah kerajaan Murabithun Keluarga Ibnu Rusyd dikenal sebagai tokoh masyarakat di Kordoba, terutama atas peran mereka dalam bidang hukum dan agama. Menurut biografi-biografi klasik, Ibnu Rusyd menerima pendidikan yang istimewa, dimulai dari pelajaran ilmu Hadis, Fikih (hukum Islam), kedokteran maupun ilmu akidah (teologi Islam). Guru fikihnya adalah Al-Hafiz Abu Muhammad ibn Rizq yang bermazhab Maliki dan guru hadisnya adalah Ibnu Basykuwal, yang merupakan murid dari kakeknya. Ia juga belajar fikih dari ayahnya, yang mengajarkannya kitab Muwatta karya Imam Malik, buku teks Maliki yang paling terkenal, yang kemudian dihafalkan oleh Ibnu Rusyd.Guru kedokterannya adalah Abu Jafar Jarim at-Tajail, yang kemungkinan juga mengajarkannya ilmu filsafat. Ia juga mempelajari karya-karya dari Ibnu Bajjah (juga dikenal dengan nama Avempace) yang mungkin juga merupakan salah satu gurunya.
Makalah Filsafat
Ibnu Rusyd juga menulis makalah-makalah (Bahasa Arab: tunggal maqalah, jamak maqālāt) dalam berbagai topik filsafat, di antaranya tentang akal atau intelek, waktu, dan benda-benda langit (yang ketika itu termasuk topik filsafat). Ia juga menulis beberapa makalah polemik atau perdebatan, termasuk mengkritik Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali dalam beberapa topik.
Hubungan antara Islam dan filsafat
Pada masa Ibnu Rusyd, filsafat banyak diserang oleh para ulama Sunni, terutama dari mazhab-mazhab teologi seperti mazhab Teologi Hambali dan Asy’ariyah. Al-Ghazali, ulama terkemuka yang bermazhab Asy’ariyah, menulis Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf), buku yang sangat berpengaruh dan berisi kritik pedas terhadap tradisi filsafat terutama filsafat bercorak Neoplatonisme di dunia Islam, terutama terhadap karya dan pemikiran Ibnu Sina. Al-Ghazali berpendapat bahwa beberapa teori para filsuf bertentangan dengan ajaran Islam dan merupakan bentuk kekafiran, dan juga berusaha membuktikan kesalahan teori-teori tersebut dengan argumen logika. Dalam buku Tahafut at-Tahafut itu sendiri, ada 20 persoalan yang dicermati Ibnu Rusyd yang dijadikan pangkal kritik Al-Ghazali.
Dalam buku Fashl al-Maqal, Ibnu Rusyd memaparkan bahwa filsafat—yang merupakan metode mengambil kesimpulan berdasarkan akal dan cara yang cermat—tidak mungkin bertentangan dengan ajaran Islam. Keduanya hanyalah dua cara untuk memperoleh kebenaran yang sama, dan “kebenaran tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran”. Ketika kesimpulan yang didapat dari filsafat terlihat bertentangan dengan teks kitab suci agama Islam, menurut Ibnu Rusyd teks tersebut harus ditafsirkan ulang atau diartikan secara kiasan sehingga tidak lagi bertentangan. Penafsiran ini haruslah dilakukan oleh “orang yang berakal” (ulil albab). Ia mengutip beberapa ayat Al-Quran yang menyerukan umat Islam untuk mempelajari alam sekitar dan kemudian memberikan fatwa (pendapat hukum) bahwa filsafat hukumnya boleh, bahkan bisa jadi wajib untuk mereka yang memiliki bakat dan kemampuan untuk mempelajarinya.
Ibnu Rusyd juga membedakan tiga metode membuktikan kebenaran. Yang pertama adalah metode retorika (khatab), yaitu melalui kepandaian menggunakan kata-kata, yang dapat dipahami oleh kebanyakan orang awam. Metode kedua adalah dialektika (jidāl), yaitu melalui argumen dan perdebatan, yang dilakukan oleh para ulama mutakallimun pada zaman Ibnu Rusyd. Metode ketiga adalah metode demonstratif (burhan) atau melalui pembuktian dengan kaidah-kaidah logika. Menurut Ibnu Rusyd, Al-Qur’an menggunakan metode retorika untuk menyerukan manusia pada kebenaran, karena Al-Qur’an ditujukan kepada semua orang termasuk orang awam. Sementara itu, filsafat menggunakan metode demonstratif yang hanya bisa dikonsumsi oleh orang-orang yang berilmu, tetapi dapat menghasilkan pengetahuan dan pengertian yang lebih baik bagi orang yang mampu.
KEDOKTERAN
Secara garis besar, teori-teori medis yang digunakan Ibnu Rusyd di Al-Kuliyyah fit-Thibb-nya mengikuti doktrin medis Galenus, dokter dan penulis terkemuka pada abad ke-2. Doktrin Galenus sangat berpengaruh pada masa itu, dan didasari oleh teori humoralisme yaitu adanya empat “humor” atau cairan darah, empedu kuning, empedu hitam dan flegma yang keseimbangannya memengaruhi kesehatan manusia. Namun Ibnu Rusyd juga mengajukan konsep-konsep baru di dunia kedokteran. Walaupun hingga saat ini masih diperdebatkan, menurut sebagian sejarawan Ibnu Rusyd adalah orang pertama yang menyatakan bahawa retina merupakan bagian mata yang berfungsi menerima cahaya (dan bukan lensa). Selain itu, Ibnu Rusyd menolak penjelasan Galenus bahwa strok adalah tertutupnya gerakan darah dan “roh” dari jantung ke anggota tubuh. Berdasarkan pengamatan terhadap pasien dan teori fungsi otak dari Aristoteles, sebagai gantinya Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa penyakit ini berasal dari otak dan terhambatnya jalur arteri dari jantung ke otak. Penjelasan ini lebih mirip dengan penjelasan modern. Ia juga adalah orang pertama yang mengidentifikasi gejala-gejala penyakit Parkinson, walaupun ia tidak menamainya secara khusus.
Sumbangan Ibnu Rusyd yang paling besar pada tradisi Kristen di Eropa Barat adalah tafsir-tafsirnya terhadap karya Aristoteles dan tidak memiliki pengaruh besar terhadap pemikiran filsafat di dunia Islam hingga zaman modern.@
Penulis:
Mahasiswa Sem 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau