ACADEMICS.web.id – Puasa dalam Al-Qur’an dan hadis disebut dengan kata ash-shiyam atau ash-shaum, dan secara harfiah berarti menahan diri dari sesuatu ( الإمْسَاكُ وَالْكَفْ عَنِ الشَّيْء) Menurut istilah agama Islam, puasa adalah “menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual, dan segala yang membatalkan, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat karena Allah”. Pengertian puasa ini semakna dengan apa yang ditulis di dalam kitab Tafsir Al-Manar bahwa puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan badan suami istri, mulai dari terbit fajar hingga maghrib karena mengharap rida Allah, sebagai persiapan diri menuju ketakwaan kepada-Nya dengan jalan memerhatikan dan mengendalikan kehendak pribadinya. Adapun hukum puasa menurut Madzhab Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali bersepakat bahwa dilihat dari segi hukumnya puasa itu terbagi menjadi empat macam. Pertama: puasa yang diwajibkan, di antaranya adalah puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nadzar. Kedua: puasa yang disunnahkan. Ketiga: puasa yang diharamkan. Keempat: puasa yang dimakruhkan. Adapun hukum puasa bagi tukang bangunan atau sebagainya yakni
Menurut Ali Musthafa Siregar, Hukum puasa bagi pekerja keras, buku fikih puasa
Bagi pekerja keras tidak boleh membatalkan puasanya di bulan Ramadhan, seperti petani, anak bangunan dan sebagainya, kecuali memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
- Tidak bisa mengakhirkan pekerjaan sampai setelah bulan ramadhan. Maksudnya adalah bahwa seseorang harus menyelesaikan pekerjaan atau tugas mereka sebelum atau selama bulan ramadhan, karena bulan ini memiliki makna penting dalam agama islam dan mungkin ada kewajiban atau aktivitas lain yang perlu dilakukan selama bulan tersebut, seperti berpuasa dan meningkatkan ibadah. Jadi, seseorang tidak bisa menunda pekerjaan hingga setelah bulan ramadhan karena harus memberikan prioritas pada aktivitas agama mereka selama bulan ini.
- Tidak bisa dilaksanakan malam hari, atau bisa malam hari tapi tidak cukup dilakukan malam hari, mesti dilaksanakan juga siang harinya. Maksudnya adalah bahwa ada suatu tindakan atau aktivitas yang tidak dapat hanya dilakukan pada malam hari saja, atau dilakukan pada malam hari, itu tidak cukup, karena aktivitas tersebut juga harus dilakukan pada siang harinya. Ini mungkin berkaitan dengan suatu ritual atau tugas yang memerlukan waktu dan perhatian sepanjang hari untuk dilaksanakan dengan baik, dan tidak bisa diabaikan pada salah satu waktu tersebut.
- Sulit baginya puasa, dengan kesulitan tidak mampu ia menghadapinya, sama halnya dengan kesulitan yang membolehkan tayammum dan salat fardhu keadaan duduk. Maksudnya adalah bahwa seseorang mengalami kesulitan dalam menjalankan puasa, dan kesulitan tersebut membuatnya tidak mampu untuk berpuasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan situasi dimana seseorang menghadapi kesulitan yang memungkinkan mereka untuk melakukan tayammum (pengganti wudhu dengan mengusap tanah) dan melakukan salat fardhu dalam keadaan duduk. Artinya, dalam agama islam, jika seseorang mengalami kesulitan yang sangat serius yang menghalangi mereka untuk berpuasa atau berdiri dalam salat, mereka diperbolehkan untuk mengambil alternatife yang memungkinkan mereka menjalankan kewajiban agama mereka sesuai dengan kondisi mereka yang sedang menghadapi kesulitan.
- Berniat puasa malam hari, dan puasa pagi harinya. Tidak boleh membatalkan puasa, kecuali sudah tidak mampu lagi. Maksudnya adalah dalam islam niat puasa harus dibuat sebelum fajar menjelang, yaitu sebelum waktu sahur. Ketika seseorang telah berniat puasa malam hari dan puasa pagi harinya, mereka diharapkan untuk mematuhi niat tersebut dan tidak boleh membatalkan puasa kecuali jika ada alasan yang sah, seperti sakit atau kondisi tertentu yang membuat mereka tidak mampu lagi untuk melanjutkan puasa. Dalam hal ini, mereka dapat membatalkan puasa mereka, tetapi mereka harus mengqadha (menggantinya) dikemudian hari jika kondisi mereka memungkinkan.
- Ketika membatalkan puasa, ia niatkan menjalankan keringanan hukum. Maksudnya adalah bahwa ketika seseorang memutuskan untuk membatalkan puasa (misalnya karena sakit atau kondisi tertentu yang memungkinkan mereka untuk tidak berpuasa), mereka melakukan hal tersebut dengan niat untuk mengikuti keringanan hukum islam yang memperbolehkan mereka untuk tidak berpuasa dalam situasi tertentu. Ini berarti mereka tidak akan mendapatkan dosa atau hukuman karena memutuskan untuk tidak berpuasa dalam keadaan tersebut, karena hukum islam memberikan kelonggaran untuk situasi-situasi tertentu yang membuat puasa menjadi sulit atau berpotensi membahayakan kesehatan.
- Jangan ia niatkan pekerjaan itu untuk mendapat keringanan hukum berbuka puasa. Maksudnya adalah bahwa seseorang sebaiknya tidak memanfaatkan pekerjaan atau aktivitas tertentu sebagai alasan untuk merencanakan berbuka puasa. Dalam islam, berbuka puasa selama bulan ramadhan haruslah dilakukan dengan niat ibadah dan kepatuhan kepada perintah Allah, bukan sekedar untuk mencari keringanan hukum atau untuk alasan tertentu yang tidak beralasan. Oleh karena itu, niat berbuka puasa seharusnya murni didasarkan pada ketaaatan kepada agama, bukan motif lain yang tidak relevan.
Jika ia tidak memenuhi syarat-syarat ini, kemudian ia membatalkan puasanya, maka ia telah melakukan dosa besar, wajib hukumnya melarangnya untuk membatalkan puasa.@
Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau