Sejak kapan dan kenapa pria Kristen tidak wajib disunat? Sejarah Sunat Perspektif Taurat dan Injil

banner 468x60

Pada hari kedelapan setelah kelahirannya, Yesus disunat – seperti setiap pria Yahudi.

ACADEMICS.web.id – Namun praktik ini ditinggalkan oleh para pengikutnya, berbeda dengan ritual lain yang pernah dan masih dilakukan oleh para penganut agama Yahudi dan Kristen, seperti merayakan Natal dan Hanukkah atau Paskah di hari yang sama.

banner 336x280

Jawaban atas pertanyaan mengapa orang Kristen tidak memotong kulup anak laki-laki terdapat dalam Alkitab.

Menurut Perjanjian Baru, perbedaan pendapat antara Yudaisme dan Kristen tentang sunat terjadi sejak kira-kira tahun 50 M. Tokoh utamanya adalah Santo Paulus dan Santo Petrus, yang berdiskusi seru tentang persoalan ini. “Itu adalah konflik institusional pertama di dalam Gereja,” ujar Miguel Pastorino, profesor Filsafat Agama dan Filsafat Antropologi di Universitas Katolik Uruguay yang merupakan mantan pendeta.

Santo Paulus — yang pada waktu itu masih berpredikat Paulus dari Tarsus — telah bertransformasi, yang awalnya sebagai pembela Hukum Musa yang gigih serta penganiaya murid-murid Yesus, menjadi “pengembala” paling bersamangat dalam mengajarkan dan menyebarkan ajaran Yesus ke seluruh dunia, demikian menurut Alkitab.

Sejatinya, Paulus dari Tarsus, sebagaimana Petrus dari Galilea, Yesus dari Nazaret, dan para rasul adalah seorang Yahudi. Mereka semua membentuk kelompok Kristen Yahudi dan mengalami ritual sunat.

Waktu itu, satu-satunya agama monoteistik adalah agama Yahudi, dimana di lain pihak pada saat yang sama, orang Yunani, Romawi, dan Mesir percaya pada banyak dewa.

Orang Yahudi meyakini bahwa Tuhan telah bersabda kepada Abraham: “Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu tepati, antara kamu, Aku, dan keturunanmu: setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”

Sebagaimana yang diketahui, selain umat Yahudi, umat Islam meneruskan praktik tersebut hingga saat ini dimana perintah sunat untuk muslim laki-laki dalam agama Islam tertera dalam hadis Nabi Muhammad.

Sunat, tindakan menghilangkan kulit yang menutupi kepala penis, bukanlah praktik yang berasal dari agama tetapi sudah ada sejak zaman kuno.

Sunat adalah prosedur pembedahan tertua di dunia, dan meskipun asal muasalnya tidak sepenuhnya pasti, sunat diyakini berasal dari Mesir, sekitar 15.000 tahun yang lalu. Informasi ini dijelaskan dalam buku “Panduan Ilustratif Urologi Anak” karya ahli bedah anak dan akademisi, Ahmed al Salem.

Al Salem menjelaskan, berbagai budaya melakukan sunat sebagai bagian dari ritual karena berbagai alasan, antara lain alasan kebersihan, upacara peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa, ritual pengorbanan kepada dewa, atau sebagai tanda identitas budaya.

“Agama mengatur setiap aspek kehidupan, mulai dari praktik kebersihan makanan, perilaku seksual, hingga politik. Sistem keagamaan ini tumbuh seiring dengan budaya, seperti banyak hal lainnya,” jelas Pastorino.

“Pada zaman dahulu sulit memisahkan keduanya. Kalau soal penetapan aturan praktik higienis, masyarakat pada masa itu mengaturnya secara agama. Karena hukum adalah hukum Tuhan dan bukan yang lain,” ujarnya kemudian.

Pada zaman dahulu, bangsa Sumeria dan Semit juga menyunat laki-laki.

Faktanya, peradaban Maya dan Aztec juga mempraktikkan ritual sunat, menurut laporan UNAIDS tahun 2007.

Meskipun sunat merupakan hal yang umum, namun hal ini tidak diterima secara universal.

Bagi orang Yunani kuno, yang menyukai olah raga dan memuja ketelanjangan laki-laki, kulup adalah simbol kecantikan dan sunat tidak dapat diterima.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam Buletin Sejarah Kedokteran tahun 2001, Frederick M. Hodges menulis: “Preferensi estetika untuk kulup yang lebih panjang dan meruncing mencerminkan identitas budaya, etika, kerendahan hati, kebajikan, keindahan, dan etos kesehatan,” menurut Frederick M. Hodges dalam artikel Bulletin of History of Medicine terbitan 2001 dari Asosiasi Sejarah Kedokteran Amerika dan Institut Sejarah Kedokteran Johns Hopkins.

Kulup yang tidak disunat yang pendek dan tidak menutupi seluruh kepala penis dianggap tidak sempurna.

Cynthia Long Westfall, profesor Alkitab Perjanjian Baru di McMaster Divinity College di Kanada, dalam bukunya yang bertajuk Paul and Gender menjelaskan: “Di antara populasi Yahudi, kesulitan dalam mempertahankan praktik sunat menjadi masalah khusus selama periode Helenistik, karena budaya Helenistik memberikan beban berat pada mereka yang ingin berasimilasi dengan budaya dominan. Yahudi Membuat Pengaruh.”

“Juga, ada suatu masa ketika sunat adalah ilegal: Antiochus Epiphanes memerintahkan orang-orang Yahudi untuk tidak menyunat anak laki-laki mereka lagi. Akibatnya, beberapa pria Yahudi berusaha menyembunyikan bahwa mereka telah disunat,” tambahnya.

Beda pendapat antara Paulus dan Petrus

Berbeda dengan Yudaisme, yang tidak berusaha membuat orang luar memeluk agamanya, Yesus meminta murid-muridnya untuk menyebarkan ajarannya sebanyak mungkin.

Paulus dari Tarsus, yang mungkin tiba di Yerusalem saat remaja atau dewasa awal dan menghabiskan masa kecilnya dikelilingi oleh orang-orang Yunani, adalah penyebar utama ajaran Yesus setelah penyalibannya.

Dia melakukan perjalanan melalui wilayah yang sekarang disebut Israel, Lebanon, Suriah, Turki, Yunani, dan Mesir untuk menyebarkan ajaran Yesus, khususnya di kalangan non-Yahudi.

Long Westfall mengatakan orang non-Yahudi menganggap sunat sebagai mutilasi alat kelamin, sama seperti kebiri.

Oleh karena itu, sunat merupakan sebuah stigma di dunia Yunani-Romawi dan merupakan proses yang sangat menyakitkan bagi pria dewasa.

Paulus mengatakan kepada mereka dalam khotbahnya bahwa mereka tidak perlu disunat.

Ia menegaskan bahwa satu-satunya syarat keselamatan dari Tuhan adalah iman.

“Inilah ketetapanku kepada seluruh jemaah. Jika ada yang dipanggil dalam keadaan disunat, janganlah ia berusaha mengingkari tanda-tanda sunat. Jika ada yang dipanggil tanpa disunat, janganlah ia disunat.

Karena disunat atau tidak disunat tidak masalah. Yang penting adalah menaati hukum Allah,” tulis Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus.

Miguel Pastorino, seorang profesor filsafat agama dan antropologi di Universitas Katolik Kepausan Uruguay dan mantan pendeta, percaya bahwa Paulus mengetahui cara menerjemahkan ajaran Yesus karena ia akrab dengan budaya Ibrani, Yunani, dan Romawi.

Dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus mengatakan tentang hukum Musa (termasuk sunat): “Kristus telah menyelamatkan kita dari kutukan hukum Taurat.”

Namun pendiriannya tidak diterima oleh rasul lainnya.

Surat Paulus kepada Titus di dalam Alkitab menceritakan konfrontasi ini. “Banyak pemberontak dan penipu, apalagi yang mendukung sunat. Mulut mereka harus dibungkam,” tulisnya.

Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, dia menceritakan pertengkarannya dengan Petrus suatu hari di Antakya. Antakya adalah sebuah kota di Turki modern dimana komunitas besar pengikut Yesus telah berkembang.

Menurutnya, Petrus biasa makan bersama orang-orang bukan Yahudi, namun ketika sekelompok utusan Yakub tiba di kota, dia mulai berpisah dari mereka “karena takut terhadap para pendukung sunat”.

“Saya menyalahkan dia atas perilakunya yang tercela,” katanya kepada jemaat Galatia.

“Saya berkata kepada Petrus di depan semua orang: ‘Jika Anda, yang adalah orang Yahudi, hidup seolah-olah Anda bukan orang Yahudi, mengapa Anda memaksa orang bukan Yahudi untuk menganut Yudaisme?’”

Menurut Perjanjian Baru, beberapa orang Kristen Yahudi yang paling setia pada tradisi dan hukum Musa pergi ke Antakya dan memberi tahu orang-orang bukan Yahudi bahwa jika mereka tidak disunat, mereka tidak akan diselamatkan.

Inilah sebabnya Paulus kembali ke Yerusalem dan mengadakan pertemuan dengan para rasul untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Ini disebut Konsili Yerusalem.

Di sana, Paulus menggambarkan banyaknya jumlah orang beriman yang ia taklukkan di luar Yudea dan bagaimana caranya ia berhasil.

Rasul Yakub adalah salah satu dari mereka yang awalnya menentang namun kemudian mendukung. Dia mengatakan: “Kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah.”

Dan Petrus akhirnya berkata: “Jadi sekarang, kenapa kalian menentang Allah dengan menyusahkan saudara-saudari seiman yang bukan Yahudi itu? Baik kita maupun nenek moyang kita tidak pernah mampu melakukan seluruh hukum Taurat. Lalu kenapa membebani mereka dengan semua itu?”

Pastorino menjelaskan bahwa konflik ini juga berakhir dengan perjanjian antara para rasul: Paulus terus berkhotbah kepada orang-orang bukan Yahudi, dan Petrus serta Yakub terus berkhotbah kepada orang-orang Yahudi.

Menurut Alkitab, para rasul kemudian menulis kepada orang-orang bukan Yahudi di Antakya, Siria, dan Kilikia.

Dalam suratnya, mereka mengatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk tidak memberikan “beban apa pun kepada umat beriman kecuali keharusan untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dikorbankan kepada berhala, darah, daging hewan yang dicekik, dan perbuatan amoral/cabul.”

Di saat surat itu sampai di Antakya, para jemaat langsung membacanya dan kemudian bersuka cita ketika mengetahui bahwa mereka tidak perlu disunat.

“Paulus adalah pejuang bagi orang-orang non-Yahudi dan menghilangkan hambatan serius dalam penyebaran Injil,” kata Long Westfall.

Seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi garis tegas yang selama ini mengeksklusifkan orang Yahudi dengan umat Kristen.

Sekalipun secara umum hukum Musa telah dihapuskan oleh gereja Kristen, namun masih ada juga di Afrika yang menjadikan sunat sebagai salah satu ritual ibadahnya, seperti Kristen Koptik di Mesir, Kristen Ortodoks di Etiopia, dan gereja Nomiya di Kenya.

Bahkan, yang menarik adalah terdapat lima negara di dunia yang penduduknya mayoritas Kristen, namun sebagian besar kaum laki-lakinya disunat. Salah satunya malah di Amerika Serikat. Pada 1870, dokter Lewis Sayre, salah seorang pendiri American Medical Association, mulai mempraktikkan sunat untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit tertentu.

Yang membuat praktik ini berlaku bagi hampir semua bayi baru lahir, kata Al Salem, justru harisl publikasi ilmiahnya yang dipromosikan secara luas.

Dari Amerika Serikat ini, sunat kemudian menyebar ke Kanada dan Inggris, serta kemudian meluas ke Australia dan Selandia Baru.

Perbedaan ilmiah mengenai risiko dan manfaat sunat menyebabkan praktik ini dihentikan pada bayi baru lahir, kecuali di Amerika Serikat. Di negara itu, sebagian besar laki-laki mulai melakukan sunat.@

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *