KURBAN: TINJAUAN FIKIH MENURUT PARA ULAMA | Sudirman Siswanto

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Jumhur ulama bersepakat bahwa hukum kurban adalah Sunnah Muakkadah atau dalam bahasa awamnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Namun, Imam Hanafi mengajukan pendapat yang berbeda di mana ia mengatakan bahwa hukum kurban adalah wajib.

Pendapat Imam Hanafi ini menekankan bahwa jika seseorang mampu secara financial, maka ia dikenakan kewajiban untuk berkurban. Sedangkan ukuran kemampuan di sini, menurut Imam Hanafi, jika seseorang memiliki kekayaan minimal 200 dirham, atau memiliki kekayaan yang jumlahnya telah mencapai nisab zakat harta. Dalam kondisi seperti ini, menurut mazhab Hanafi, jika seseorang tidak berkurban, maka ia telah berdosa. Sandaran dalil yang dipegang oleh ulama mazhab Hanafi adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah di mana Nabi SAW bersabda, “Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami”.

banner 336x280

Pandangan ini berbeda dari apa yang diyakini oleh kebanyakan ulama. Jumhur ulama, istilah yang dipakai dalam disiplin ilmu fikih untuk menggambarkan jumlah mayoritas ulama, mengatakan bahwa tidak ada dosa bagi siapa saja yang tidak berkurban karena tidak ada kewajiban di dalam praktek ibadah kurban tersebut. Hukumnya, menurut mazhab Maliki dan Hanbali adalah sunnah muakkadah. Sedangkan mazhab Syafi’i lebih ringan lagi, yakni sunnah kifayah (ketika sudah ada yang melaksanakan kurban, maka orang lain tidak perlu lagi untuk berkurban).

Perbedaan ini terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap hadist Nabi SAW. Pertama, hukum sunnah dalam mazhab Syafi’i adalah kesunnahan kurban yang dilakukan secara perorangan, bagi yang memiliki kemampuan untuk berkurban. Kesunnahan tersebut menjadi kifayah jika di satu rumah ada yang melaksanakan kurban maka yang lainnya tidak terkena hukum sunnah lagi.

Kedua, kesunnahan kurban yang dipahami oleh Imam Hanbali adalah bila ada dalam satu keluarga yang melaksanakan ibadah kurban, maka ia sudah dianggap cukup untuk mewakili keseluruhan anggota keluarga yang ada. Hal ini selaras dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Mikhraf bin Sulaim yang berkata, “Ketika kami berkumpul bersama Nabi SAW, aku mendengar beliau berkata, “Wahai para sahabat, untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi dengan derajat hadist hasan garib)

Ketiga, kesunnahan kurban menurut Imam Malik adalah bagi setiap orang yang mampu berkurban saja. Pahala kurban yang dilakukan oleh satu orang tersebut, menurut beliau, bisa diniatkan untuk banyak orang (kendati yang berkurban hanya satu orang).

Adapun batas kemampuan untuk berkurban, menurut mazhab Syafi’i adalah jika seseorang memiliki uang yang bisa dibelikan hewan kurban di hari pelaksanaan ibadah kurban. Dan ia juga masih memiliki simpanan uang lain yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok pribadi dan keluarganya.

Batas kemampuan untuk berkurban menurut mazhab Maliki adalah jika seseorang memiliki uang yang bisa dibelikan hewan kurban sepanjang tahun, tidak hanya di hari pelaksanaan ibadah kurban tersebut. Dan ia juga masih memiliki uang lain yang jumlahnya cukup bahkan melebihi kebutuhan pokok atau kebutuhan dalam keadaan darurat.

Sedangkan batas kemampuan berkurban menurut mazhab Hanabilah adalah seseorang bisa mengusahakan tersedianya uang untuk membeli hewan kurban, sekalipun harus berutang, namun ia menjamin bahwa utang untuk berkurban tersebut mampu ia lunasi kemudian hari.

Berdasarkan pemaparan ini, setidaknya kita bisa melihat cakrawala perbedaan pendapat para imam mazhab yang menetapkan hukum kurban. Ada yang menerapkan hukum yang ketat dan bahkan ada yang menerapkan hukum yang longgar. Namun, apapun keyakinan yang kita ikuti, nilai sosial dari pelaksanaan ibadah kurban ini adalah kebersamaan, saling berbagi dan saling mengasihi sesama saudara seiman dan sesama manusia.

Inilah yang ditunjukkan oleh Ibnu Abbas tatkala memasuki hari raya Idul Adha. Ketika beliau tidak memiliki cukup uang untuk membeli seekor kambing, beliau membeli beberapa potong daging atau ayam, lalu dimasak dan kemudian beliau bagi kepada tetangga dan orang-orang lain untuk dapat menikmati masakan daging yang beliau siapkan. Indahnya ajaran Islam.@

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *