TEORI KEPEMILIKAN DALAM AJARAN ISLAM

Materi Kuliah Fiqh Muamalah

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Dalam Kamus al-Maurid, kata “milik” berasal dari bahasa Arab. Kata dasarnya adalah “ملك” (malak) yang memiliki akar kata “ملك” (m-l-k) yang berarti memiliki, memiliki hak, atau memiliki kekuasaan.

Sedangkan kata kepemilikan, dengan tambahan awal ke+pe dan akhiran -an, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Indonesia. Kata dasarnya adalah “milik” yang memiliki akar kata “milik” yang berarti memiliki atau memiliki hak atas sesuatu. Makna dari kata “kepemilikan” adalah hubungan atau status seseorang sebagai pemilik atau memiliki hak atas sesuatu. Maka dari sini, secara etimologi, kita bisa menarik kesimpulan bahwa secara bahasa, kepemilikan artinya penguasaan atau hak atas sesuatu.

banner 336x280

Adapun, secara terminology, definisi kepemilikan adalah hubungan antara harta dan manusia yang ditetapkan syariat sebagai kekhususan baginya, sehingga dia boleh melakukan apa saja dengan harta tersebut selama tidak ada larangan/penghalang dari melakukannya. Kepemilikan juga bermakna kekhususan kepunyaan terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain untuk melakukan suatu hal dari sesuatu tersebut.

Islam mengatur masalah kepemilikan karena memiliki tujuan dan prinsip-prinsip yang ingin dicapai dalam kehidupan sosial dan ekonomi umat Muslim. Beberapa alasan mengapa Islam mengatur masalah kepemilikan antara lain:

  1. Keadilan sosial: Islam mendorong adanya keadilan sosial dalam masyarakat. Dengan mengatur kepemilikan, Islam berusaha untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi yang ekstrem antara individu atau kelompok. Prinsip-prinsip kepemilikan dalam Islam dirancang untuk memastikan distribusi yang adil dari sumber daya dan kekayaan.
  2. Perlindungan hak individu: Islam mengakui hak individu untuk memiliki dan menguasai harta benda secara sah. Dengan mengatur kepemilikan, Islam melindungi hak-hak individu untuk memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan harta mereka sesuai dengan syariat, selama tidak melanggar prinsip-prinsip Islam.
  3. Pengelolaan yang bertanggung jawab: Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi dan memiliki tanggung jawab untuk mengelola harta benda dengan bijaksana. Dengan mengatur kepemilikan, Islam mendorong individu untuk menggunakan harta mereka dengan cara yang bertanggung jawab, menghindari pemborosan, dan memperhatikan kepentingan umum.
  4. Pemberdayaan ekonomi: Islam mendorong pemberdayaan ekonomi umat Muslim melalui kepemilikan yang sah. Dengan mengatur kepemilikan, Islam memberikan insentif bagi individu untuk bekerja keras, berinvestasi, dan mengembangkan ekonomi mereka sendiri. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan umat Muslim secara keseluruhan.

Dalam teori kepemilikan Islam, Allah SWT adalah satu-satunya pemilik yang absolut. Allah adalah pemilik tunggal atas segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, termasuk harta benda. Allah memberikan manusia kekuasaan untuk mengelola dan memanfaatkan harta tersebut sebagai amanah. Sebagai pemilik yang absolut, Allah memiliki hak mutlak atas harta benda dan manusia dianggap sebagai khalifah atau pengelola yang bertanggung jawab atas harta tersebut

Oleh karena itu, teori dasar kepemilikan dalam Islam mengatakan bahwa kepemilikan itu merupakan amanah titipan Allah yang memiliki konsekwensi pertanggungjawaban. Manusia dianggap sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab untuk mengelola harta benda dengan bijaksana dan sesuai dengan syariat. Kepemilikan harta bukanlah hak mutlak, tetapi merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran akan amanah yang diberikan.

Sejalan dengan ini, bentuk-bentuk kepemilikan yang diakui dalam prinsip-prinsip Islam adalah:

  1. Kepemilikan Pribadi (Private Property): Kepemilikan pribadi adalah harta yang dimiliki oleh individu secara sah menurut Islam. Individu memiliki hak manfaat atas harta tersebut dan dapat menggunakannya sesuai dengan syariat, selama tidak melanggar prinsip-prinsip Islam. Kepemilikan pribadi ini mencakup harta benda seperti tanah, rumah, kendaraan, dan lain sebagainya.
  2. Kepemilikan Umum (Public Property): Kepemilikan umum adalah harta yang dimiliki secara bersama oleh masyarakat atau umat Muslim secara kolektif. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah ditetapkan oleh syariat untuk dimanfaatkan oleh komunitas masyarakat, seperti sumber air, tanah air, sumber daya alam, dan fasilitas umum.
  3. Kepemilikan Negara (State Property): Kepemilikan negara adalah harta yang dimiliki oleh negara atau pemerintah. Negara memiliki hak untuk memiliki dan mengelola harta benda yang diperlukan untuk kepentingan umum, seperti infrastruktur, pertahanan, dan pelayanan publik. Kepemilikan negara harus dilakukan dengan transparansi, keadilan, dan penuh tanggung jawab.

Ulama fiqh menjabarkan cara seseorang memiliki sesuatu. Menurut ulama fiqh, ada 4 cara yang menyebabkan seseorang sah secara Syariah disebut sebagai pemilik sesuatu:

  1. Kepemilikan yang diistilahkan dalam fiqh dengan sebutan kepemilikan mubah (ihraz almubahat) yakti seseorang memiliki suatu benda yang belum dimiliki orang lain atau pihak lain. Contoh: ikan di laut yang didapatkan dengan cara dipancing. Maka secara Syariah sah ikan tersebut menjadi miliknya karena dia yang mendapatkan ikan tersebut dengan cara dipancing. Namun, ada 2 syarat yang harus ada untuk kepemilikan mubah ini:
  2. Memang belum dimiliki oleh siapapun/pihak manapun, maka jika sy misalnya meletakkan ember untuk menampung air hujan. Maka orang lain tidak boleh mengambil sembarangan karena itu air itu sudah milik saya karena ember itu milik saya yang saya gunakan untuk menampung air hujan tsb.
  3. Adanya niat yang jelas utk memiliki. Seperti contoh diatas, karena memang sy awalnya berniat utk menampung air hujan di ember tersebut, maka air itu jadi milik sya. Namun jika saya sekedar meletakkannya saja tanpa niat menampung atau niat apapun, maka jika tertampung air hujan di dalam ember tersebut, maka air hujan tersebut bukan milik saya karena tidak ada niat sebelumnya untuk memiliki air hujan melalui ember tersebut. Maka airnya boleh diambil oleh siapa saja.

Untuk kepemilikan mubah ini, agar tidak rancu, maka ulama fiqh menspesifikannya lagi menjadi 3 macam cara kepemilikan:

  1. Ihyaul mamat: Reklamasi tanah kosong (menggarap tanah kosong) yang memang belum ada yang memilikinya secara sah. Maka apa yang dihasilkan dari penggarapan atau reklamasi tsb di atas tanah tersebut adalah milik si penggarap tadi. Ini di luar tanah negara, atau tanah yang memang sudah jelas dimiliki oleh seseorang. Jika tanah itu jelas milik negara atau milik seseoarng yang memang sengaja tidak digarap, ditelantarkan begitu saja, maka tidak boleh dimiliki. Namun, jika seizin si pemilik, maka boleh digarap tanah tersebut dengan hasilnya dimiliki sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati dari awal.
  2. Karena berburu
  3. Barang tambang dan harta karun, selama berada di dalam tanah yang tidak dimiliki.
  4. Kepemilikan yang dihasilkan dari sebuah transaksi.
  5. Kepemilikan dari hasil warisan.
  6. Kepemilikan hasil usaha/kerja.

Prepared by Sofiandi

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *