ACADEMICS.web.id – Dalam sejarah Islam, terdapat pelajaran berharga tentang pentingnya profesionalisme dalam bekerja. Salah satunya terlihat dalam peristiwa Perang Uhud, di mana Nabi Muhammad SAW dan para sahabat mengalami kekalahan akibat serangan balik musuh. Kekalahan ini disebabkan oleh ketidakdisiplinan beberapa sahabat yang tergoda oleh harta ghanimah (rampasan perang), sehingga mengabaikan arahan Rasulullah SAW. Namun, para sahabat dengan segera menyadari kesalahan tersebut dan menjadikannya pembelajaran penting. Mereka berkomitmen untuk tidak mengulanginya, sehingga pada peperangan-peperangan berikutnya, mereka berjuang dengan lebih disiplin, mengikuti arahan dan strategi yang telah disepakati bersama Nabi.
Di masa kini, kurangnya integritas dan profesionalisme dalam menjalankan pekerjaan serta amanah jabatan masih sering menjadi permasalahan. Padahal, kedua hal ini seharusnya menjadi prinsip utama dan komitmen dalam setiap pekerjaan, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak. Sebagai sebuah amanah, pekerjaan mesti ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ayat 58 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab, dan kesungguhan. Prinsip ini tercermin dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Awsath yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai seseorang ketika mengerjakan sebuah pekerjaan dilakukan dengan profesional.”
Perlu dicatat bahwa profesionalisme tidak selalu berarti harus mencapai kesempurnaan. Profesionalisme lebih kepada kesungguhan dalam bekerja sesuai dengan kapasitas dan kredibilitas masing-masing. Kedua aspek ini penting untuk kita renungkan bersama. Kita perlu mengenali dan mengevaluasi bakat serta kemampuan yang kita miliki.
Jika sebuah pekerjaan tidak sesuai dengan bidang keahlian kita namun tetap dipaksakan, hasilnya tentu tidak akan maksimal. Bahkan, pekerjaan tersebut bisa menjadi contoh dari pepatah “jauh panggang dari api.” Sayangnya, kita sering menemukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya. Dalam dunia pendidikan, perkantoran, perusahaan, wirausaha, dan bidang lainnya, proses rekrutmen dan penentuan jabatan terkadang lebih mengutamakan kedekatan personal atau sosial daripada kapasitas dan kompetensi. Hal ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita akan peringatan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya yang artinya:
“Apabila sebuah urusan diberikan kepada bukan ahlinya maka tunggulah waktu kebinasaannya.”
Kandungan pertama dari hadits ini adalah penegasan Nabi agar kita memberikan amanah kepada seseorang yang benar-benar memiliki kapasitas di bidangnya. Dengan begitu, orang tersebut dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Kedua, kita juga perlu jujur pada diri sendiri mengenai kemampuan kita. Jangan sampai tergiur oleh janji gaji atau upah tinggi hingga melupakan keterbatasan yang kita miliki. Jika merasa tidak mampu menjalankan suatu jabatan atau pekerjaan, lebih baik menghindarinya daripada menanggung risiko yang lebih besar di kemudian hari.
Integritas dan profesionalisme adalah dua sikap penting yang harus dimiliki oleh setiap pekerja. Integritas, khususnya, menjadi salah satu elemen utama dalam profesionalisme dan memiliki pengaruh besar terhadap perjalanan karier seseorang. Sebuah penilaian dari atasan sering kali didasarkan pada sejauh mana bawahannya menunjukkan sikap integritas. Biasanya, pekerja dengan integritas tinggi akan mendapatkan penilaian yang baik dan kepercayaan lebih besar. Sebagaimana ditegaskan dalam kaidah ushul fiqh:
“Sebuah kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa keberadaan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.”
Secara prinsip, integritas merujuk pada keselarasan antara perkataan dan tindakan, serta konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai yang diyakini di semua aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. Dengan kata lain, integritas berarti berpegang teguh pada prinsip moral dan bertindak sesuai nilai-nilai yang dianut, meskipun menghadapi tantangan. Dalam pekerjaan, integritas mencakup kemampuan untuk bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, menyelesaikannya dengan profesional, dan menghindari kepentingan pribadi. Seorang yang memiliki integritas akan menjauhi praktik tidak etis seperti suap, korupsi, atau manipulasi data yang dapat merugikan orang lain.
Semakin tinggi jabatan seseorang, biasanya semakin besar pula godaan untuk melanggar integritas. Oleh karena itu, penting bagi setiap pekerja, terutama yang berada di posisi strategis, untuk memperkuat komitmen terhadap integritas.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadikan integritas dan profesionalisme sebagai pedoman utama dalam bekerja. Berikut adalah empat contoh:
1. Selalu Siap Bekerja
Ketika diberikan tugas oleh atasan, seorang pekerja harus memiliki kesiapan untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan penuh dedikasi. Tanggung jawab atas pekerjaan adalah bagian dari komitmen profesional yang tidak bisa diabaikan.
Dalam Surah At-Taubah ayat 105, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan mendekatkan diri kepada Allah akan bernilai sebagai ibadah. Allah berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 105 yang artinya:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Menurut Hamka, Surah At-Taubah ayat 105 memiliki kaitan dengan Surah Al-Isra ayat 84 yang berbunyi: “Katakanlah: Tiap-tiap orang beramal menurut bakatnya, tetapi Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih mendapat petunjuk dalam perjalanan.” Keterkaitan kedua ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berusaha dan bekerja keras sesuai dengan bakat, tenaga, dan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian, Surah At-Taubah ayat 105 mengisyaratkan pentingnya berusaha secara maksimal karena setiap usaha tersebut akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Orang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, atau hanya menunggu keajaiban tanpa berusaha.
2. Datang Tepat Waktu
Salah satu indikator sederhana dari sikap integritas seorang pekerja adalah bagaimana mereka menghargai waktu. Pekerja yang memiliki integritas tinggi selalu mematuhi waktu yang telah ditentukan dan menghindari keterlambatan. Disiplin sering kali dikaitkan dengan kepatuhan terhadap aturan, terutama dalam hal pengelolaan waktu. Misalnya, seseorang dianggap disiplin ketika menyelesaikan tugas sesuai tenggat waktu atau mematuhi rambu lalu lintas saat berkendara.
Islam sangat menekankan pentingnya menghargai waktu, sebagaimana yang diajarkan dalam Surah Al-Asr ayat 1–3 yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.”
Setiap hari kita diingatkan tentang pentingnya waktu melalui kewajiban shalat lima waktu. Ketepatan jadwal shalat yang telah diatur oleh Allah SWT menjadi pengingat bahwa ketepatan waktu dalam setiap aktivitas adalah hal yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan.
3. Menyelesaikan Konflik Secara Profesional
Sikap integritas yang tinggi mencerminkan kemampuan seseorang untuk memisahkan antara kepentingan pribadi dan konflik profesional. Ketika menghadapi masalah di tempat kerja, seorang pekerja dengan integritas akan menyelesaikannya secara profesional tanpa mencampuradukkan emosi atau urusan pribadi. Konflik merupakan bagian tak terelakkan dari kehidupan manusia. Sebagaimana para ahli sering menyatakan, sejarah manusia adalah sejarah konflik. Namun, ini bukan berarti konflik dibiarkan tanpa upaya untuk dikelola atau diselesaikan.
Dalam kehidupan yang beragam budaya dan agama, resolusi konflik adalah langkah penting untuk menciptakan suasana damai, harmonis, penuh kasih sayang, toleransi, serta saling menghargai. Ketika konflik dapat diselesaikan dengan baik, kehidupan yang damai bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan yang bisa diwujudkan.
Dalam menghadapi fenomena kekerasan agama, Al-Qur’an menyediakan banyak inspirasi untuk motivasi dan advokasi guna mencapai resolusi konflik yang berujung pada perdamaian. Beberapa ayat yang relevan mencakup:
• Upaya Mediasi (Tahkim) seperti yang disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 35.
• Musyawarah (Syura), sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 158.
• Saling Memaafkan dan Berdamai (Ishlah), sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 237.
• Jaminan Kebebasan (Al-Hurriyah), juga termaktub dalam QS. Al-Baqarah ayat 237.
Namun, Islam menekankan bahwa kebebasan yang diperjuangkan adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan tersebut bukan berarti tanpa batas, tetapi tetap memperhatikan batasan yang menghormati hak orang lain.
4. Menjaga Rahasia
Seorang pekerja dengan integritas tinggi akan selalu menjaga rahasia yang dipercayakan oleh institusi, lembaga, atau perusahaan. Rahasia tersebut tidak akan disebarluaskan kepada pihak yang tidak berkepentingan, apalagi digunakan untuk kepentingan pribadi. Menjaga rahasia adalah nilai penting dalam Islam yang menunjukkan keimanan seseorang. Kepercayaan yang diberikan oleh pihak lain untuk menjaga rahasia adalah amanah yang harus dihormati sebagai bentuk tanggung jawab kepada Allah.
Dalam Islam, menjaga rahasia tidak hanya dianggap sebagai kewajiban, tetapi juga sebuah amalan mulia yang bernilai tinggi. Hal ini menjadi bagian dari karakter seorang Muslim sejati yang mengutamakan kepercayaan, keadilan, dan kebaikan dalam berhubungan dengan sesama. Rasulullah SAW pun mengingatkan bahwa seseorang yang tidak menepati janji atau mengkhianati amanah dapat dianggap sebagai seorang munafik.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, berdusta; jika berjanji, tidak menapati; jika diberi amanat berkhianat. (H.R Muslim).
Menjaga rahasia merupakan wujud nyata dari penghormatan terhadap janji dan amanah yang telah dipercayakan kepada kita. Jika seseorang gagal melaksanakan amanahnya dengan membocorkan rahasia, maka ia telah berkhianat dan tergolong dalam sifat munafik sebagaimana dijelaskan dalam hadis Muslim. Hal ini juga ditegaskan oleh Allah dalam Surah Al-Isra ayat 34:
“Penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu akan ditanyakan.”
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat kelak.” (HR Ibnu Majah).
Hadis ini mengajarkan bahwa seorang Muslim wajib menjaga rahasia dan aib saudaranya demi kebaikan bersama. Dalam Islam, menjaga kehormatan dan martabat sesama Muslim adalah bentuk kasih sayang yang diajarkan agama. Selain itu, kita juga dilarang mencari-cari kesalahan atau aib orang lain untuk disebarkan, karena tindakan tersebut dapat menimbulkan fitnah dan merusak hubungan sosial.
Tantangan Bersama untuk Masa Depan Lebih Baik
Membangun peradaban yang lebih baik adalah tugas bersama. Salah satu langkah penting adalah menggali potensi dan bakat yang dimiliki untuk memberikan kontribusi nyata, minimal di lingkungan terdekat. Dalam dunia yang kompetitif seperti sekarang, umat Islam tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus berperan aktif sesuai kapasitasnya. Untuk itu, kita perlu terus belajar, berkembang, dan fokus meningkatkan kemampuan diri.
Bekerja secara profesional berarti tidak terjebak dalam zona nyaman. Kita dituntut untuk selalu meningkatkan kapasitas dan kemampuan, tidak merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki. Profesionalisme menuntut adanya inovasi dan perubahan yang berkelanjutan demi menciptakan kehidupan yang lebih baik. Di sisi lain, integritas berakar pada kejujuran dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.
Seseorang yang berintegritas akan bertindak sesuai prinsip, bukan seenaknya. Ia akan mengerahkan seluruh kemampuan untuk menghasilkan yang terbaik tanpa menyerah, menjadikan kerja keras sebagai komitmen utama. Dengan demikian, profesionalisme dan integritas akan membawa kita menjadi pribadi yang tidak hanya kompeten, tetapi juga bermartabat.@