ACADEMICS.web.id, TEMBILAHAN – Tiongkok menjadi sorotan setelah Presiden Xi Jinping berencana merevisi terjemahan Alquran dengan menggabungkan nilai-nilai Islam dan Konghucu. Modifikasi Al-Qur’an versi China adalah bagian dari upaya “sinifikasi” Islam. Sinifikasi adalah proses mengubah atau memodifikasi sesuatu agar sesuai dengan budaya Tiongkok.
Jadi Al-Quran versi China seperti apa yang akan dibuat oleh Xi Jinping?
Partai Komunis Tiongkok berharap dapat meningkatkan pengaruh Tirai Bambu dengan memproduksi terjemahan baru Al-Quran dan hadis.
Terjemahan ini kemudian “ditafsirkan dengan Konfusianisme”.
Penafsiran ini mengacu pada kumpulan terjemahan Islam dan tulisan Mandarin Dinasti Qing yang dikenal sebagai Kitab Han. Buku ini merupakan kumpulan teks Islam yang menggunakan konsep Konfusianisme untuk menjelaskan teologi Islam.
Naskah dalam teks tersebut dibuat di Tiongkok timur dan tidak pernah diedarkan di kalangan Uighur.
“Partai Komunis Tiongkok menganggap buku ini sebagai satu-satunya praktik keagamaan yang diakui di Tiongkok,” Radio Free Asia (RFA) mengutip David Stroup, seorang dosen studi Tiongkok di Universitas Manchester, pekan lalu.
Konfusianisme adalah suatu sistem ajaran yang mengatur tatanan hubungan antar manusia dan merangkum aspek-aspek penting seperti kebijakan, nilai-nilai keadilan, kepercayaan, ketaatan, serta keberanian.
Dalam praktiknya, Konfusianisme mendorong perilaku sopan santun, menekankan untuk tidak mengucapkan kata-kata merendahkan, dan melarang penggunaan bahasa kasar. Selain itu, prinsip ini menghargai penghormatan terhadap mereka yang lebih tua.
Menurut sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia berjudul “Konfusianisme dalam Kebudayaan Tiongkok Modern,” Konfusianisme juga bertujuan untuk mendidik dan menekankan pentingnya negara melayani masyarakat.
Pemahaman yang lebih dalam terhadap ajaran Konfusius memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap Kitab Daxue (Ajaran Agung). Ini diperlukan untuk membentuk individu agar mencapai potensi terbaiknya.
Sebagaimana disampaikan dalam jurnal tersebut, “Untuk mencapai pemahaman tertinggi dalam kepemimpinan, pemimpin, dan sarjana harus menciptakan keteraturan dalam wilayahnya masing-masing. Untuk menciptakan keteraturan dalam masyarakat, mereka harus mampu mengatur keluarganya sendiri. Dan untuk mencapai semua hal ini, pertama-tama manusia harus mampu mengendalikan dirinya sendiri.”
Menanggapi rencana ini, para akademisi dan pejabat menekankan pentingnya upaya China untuk menyatukan Islam dengan Konfusianisme, yang juga dikenal sebagai nilai-nilai Konghucu. Mereka berpendapat bahwa terjemahan baru Al Quran harus memiliki referensi yang sesuai dengan semangat zaman.
Profesor dari Institut Pusat Sosialisme China, Wang Zhen, menyatakan, “Upaya menciptakan sinifikasi Islam di Xinjiang harus mencerminkan prinsip-prinsip sejarah dalam perkembangan masyarakat, yang melibatkan konsolidasi kekuatan politik, keamanan masyarakat, dan pembangunan budaya.”
Rencana untuk menerjemahkan Al Quran versi baru ini sejalan dengan program sinifikasi China yang telah dirancang sejak tahun 2018. Pada tahun tersebut, unit PKC (Pusat Kepemimpinan Komunis), yang merupakan bagian dari Institut Pusat Sosialisme China, merumuskan rencana nasional yang berjangka 32 tahun untuk melaksanakan sinifikasi pada tiga agama monoteistik yang ada di negara tersebut, yaitu Protestan, Katolik, dan Islam.@