ACADEMICS.web.id – Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah puasa yang diwajibkan oleh Allah SWT. Saat menjalankannya, ada satu hal yang harus kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, yaitu pentingnya membaca niat puasa Ramadhan. Niat adalah keinginan seseorang untuk melaksanakan suatu perbuatan, baik itu atas perintah Allah SWT atau hal lainnya. Perihal beribadah kepada Allah, telah dijelaskan dalam hadis baginda Nabi
ﷺ ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari & Muslim).
Ketika menjalankan puasa Ramadhan, hal yang kudu dilakukan oleh seluruh umat Muslim adalah menetapkan niat. Niat ini merupakan sebuah tindakan yang memperjelas tekad kita dalam menjalankan ibadah tersebut. Bagaimana seharusnya niat puasa Ramadhan sesuai dengan ajaran Islam? Berikut beberapa versi bacaan niat puasa Ramadhan.
Mazab Syafi’i
Menurut Madzhab Imam Syafi’i, niat itu letaknya dalam hati dan oleh karena itu mesti diucapkan dalam hati. Adapun pengucapan lewat lisan itu tidak wajib. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Fathul Mu’īn oleh Imam Imam Zainuddin Al-Malībārī.
وفرضه، أي: الصوم: النية بالقلب، ولا يشترط التلفظ بها بل يندب.
“Kewajiban puasa salah satunya adalah niat dalam hati. Tidak disyaratkan untuk diucapkan. Akan tetapi dianjurkan.” (Fathul Mu’īn: 261).
Imam Sayyid Bakri dalam I’ānah Thõlibīn menambahkan alasan dianjurkannya melafalkan niat.
وقوله: (بل يندب) أي: التلفظ بها ليساعد اللسان القلب.
“Pengucapan niat itu (dianjurkan) agar lisan dapat membantu hati.” (I’ānah Thõlibīn: 2/1217).
Berikut 3 hal dalam Mazhab Syafi’i yang harus dilakukan seseorang saat hendak berpuasa Ramadhan.
1. Memaksudkan niat secara jelas
Disebutkan dalam kitab Hasyiyah Bājūrī Imam Ibrāhim Bājūrī bahwa paling minimalnya niat puasa itu adalah
نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ
Nawaitu shauma Ramadhāna Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan.” (Hasyiyah Bājūrī: 1/633).
Lalu dalam Fathul Qarīb Syarah Ghāyah wa Taqrīb Imam Ibnu Qasim menerangkan tentang niat puasa Ramadhan secara lengkap.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā “Saya berniat puasa besok, yang mana ia (merupakan bagian) dari kewajiban Ramadhan pada tahun ini karena Allah ta’ala.” (Fathul Qarīb: 194).
Imam Baramāwi yang dikutip dalam I’ānah Thõlibīn menganjurkan untuk membaca beberapa kalimat pengganti lafadz “lillahi ta’ala”.
وقوله : (لله تعالى) : ويسن أن يقول إيمانا واحتسابا لوجه الله الكريم
“Dan pada lafadz ‘lillahi ta’ala’ disunnahkan untuk mengucapakan ucapan ‘imānan wa ihtisāban li wajhillāhi al-karīm’.” ( I’ānah Thõlibīn: 2/1228).
2. Waktu Malam
Puasa wajib seperti Ramadhan diharuskan niatnya di waktu malam. Dalam Hāsyiyah Bājūrī Imam Ibrahim Al-Bājūrī menjelaskan tentang niat di waktu malam.
التبييت إيقاء النية ليلا في أي جزء منه من غروب الشمس إلى طلوع الفجر، فلا يشترط فيه النصف الأخير من الليل.
“Memalamkan niat adalah mengawali niat pada malam hari di waktu manapun, dari mulai terbenamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar. (Hāsyiyah Bājūrī: 1/632). Lalu Syeikh Mushtofa Abdun Nabi menambahkan,
فلا يكفي إيقاعها أثناء النهار، أو مع طلوع الفجر
“Adapun diniatkannya siang hari atau saat terbitnya fajar, maka itu tidak cukup”. (Mu’nīsul Jalīs: 1/418).
3. Diulagi Setiap Malam
Dalam kitabnya Mu’nīsul Jalīs Syeikh Mushtofā Abdun Nabī menuliskan bahwa niat puasa diucapkan setiap hari, tidak cukup kalau diucapkan hanya sekali selama Ramadhan.
الأول: (النية) لكل يوم؛ فلا تكفي نية عامة لجميع شهر رمضان، أو لأيام منه، أو من غيره.
“Rukun puasa yang pertama adalah (pelafalkan) niat di setiap harinya. Adapun niat yang bersifat umum untuk (mewakili) keseluruhan bulan Ramadhan, atau beberapa harinya, atau (beberapa hari) luar itu, maka itu tidak cukup.” (dalam Mu’nīsul Jalīs: 1/418).
Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi berpendapat bahwasannya niat untuk melaksanakan puasa Ramadhan dibagi dalam beberApa waktu. Waktu pertama adalah waktu setelah terbenamnya matahari.
Pada asalnya waktu niat adalah waktu awal melakukan suatu amalan, namun untuk mengetahui waktu awal terbitnya fajar adalah hal yang sulit dan itu terjadi di waktu-waktu kebanyakan manusia lalai, maka untuk memberi kemudahan bisa dilakukan setelah matahari terbenam.
Namun para ulama Madzhab Hanafi juga membolehkan melakukan niat puasa Ramadhan setelah fajar hingga pertengahan hari (dari terbit matahari hingga waktu Dhuha) ada pula yang berpendapat sebelum Dzuhur. (Al Mabsuth, 3/62).
Madzhab Maliki
Sedangkan dalam Madzhab Maliki, niat puasa Ramadhan dilakukan di malam hari yakni setelah matahari terbenam hingga bersamaan dengan fajar. Dan itu cukup dilakukan di awal malam Ramadhan dengan niat puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. (Lihat, At Taudhih fi Syarh Mukhtashar Ibni Hajib, 2/397).
Madzhab Hanbali
Pendapat madzhab Hanbali dalam masalah waktu niat puasa Ramadhan sama dengan madzhab Syafi`i, yakni harus dilakukan di malam hari satiap hari bulan Ramadhan. (Al Mughni, 3/109).
Dalil Mayoritas Ulama
Adapun mayoritas ulama yang berpedoman pada Hadits:
عَنْ حَفْصَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ» (أخرجه النسائي وغيره)
Al Hafidz Ibnu Hajar menyatakan mengenai Hadits itu, “Tirmidzi dan Nasai cenderung menghukuminya mauquf sedangan Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah menshahihkan marfunya.” (Bulughul Maram, hal. 261).
Menggabungkan Pendapat Para Mujtahid
Ibnu Hajar Al Haitami, seorang ulama kunci dalam fatwa dan fiqih bagi pengikut Madzab Syafi`i, menyarankan agar kita mengikuti Imam Malik dalam menetapkan niat puasa pada malam pertama Ramadhan untuk seluruh bulan Ramadhan. Dengan begitu, ketika seseorang lupa untuk berniat pada malam hari, puasanya tetap dianggap sah menurut Madzhab Maliki.
Selain itu, disarankan untuk berniat berpuasa di pagi hari jika seseorang lupa untuk berniat pada malam hari, sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Dengan demikian, puasanya tetap dianggap sah menurut Madzhab Hanafi. (Fath Al Jawwad, hal. 431). Wallahu alam bish shawab.@