Ngainul, Anak Guru Ngaji yang Lulus Doktor UGM dengan IPK 4

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Mukhamad Ngainul Malawani, 31 tahun, menjadi salah satu dari 836 lulusan program pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diwisuda pada hari Rabu (24/1) di Grha Sabha Pramana. Dikenal akrab dengan panggilan Ngainul, prestasinya luar biasa dengan meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi sebesar 4,00 dan predikat Pujian. Selain itu, ia juga dinobatkan sebagai wisudawan tercepat setelah berhasil meraih gelar doktor dalam waktu 2 tahun 8 bulan 17 hari, sementara masa studi rata-rata jenjang program S3 biasanya memakan waktu 4 tahun 9 bulan.

Dalam wawancara dengan wartawan pada Kamis (25/1), Ngainul menyampaikan kebahagiaannya atas pencapaian luar biasa ini. Menariknya, Ngainul tidak hanya menyelesaikan studi doktor di UGM, tetapi juga di University of Paris 1 Panthéon-Sorbonne, dua kampus yang berbeda.

banner 336x280

“Sebenarnya saya mengambil kuliah di dua tempat. Saya terdaftar di UGM pada Januari 2021. Kursus wajib di Perancis telah selesai pada tahun pertama, jadi saya hanya perlu melanjutkan riset. Karena situasi pandemi masih berlangsung pada tahun 2021, kuliah di UGM dilakukan secara daring tanpa harus kembali ke Indonesia,” ungkapnya.

Ngainul, yang bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Geografi UGM sejak 2018, menceritakan perjalanan pendidikannya dari S1 Geografi Lingkungan UGM pada tahun 2014 hingga pendidikan S2 Magister Geografi UGM yang diselesaikannya pada tahun 2017. Kemudian, karena diterima sebagai tenaga pendidik di UGM, ia melanjutkan studi di Prancis pada November 2019.

“Di sana saya mengambil program joint supervision agar dapat dibimbing oleh supervisor dari Prancis dan Indonesia,” kenang Ngainul.

Keberuntungan menyertai Ngainul dengan adanya kerja sama antara UGM dan Univ Paris 1 Panthéon-Sorbonne serta kerja sama Fakultas Geografi UGM dengan Ecole Doctorale Geographie de Paris. Ini membuka peluang bagi Ngainul untuk mengikuti program double degree untuk jenjang doktor.

Dalam menjalankan kuliah di dua kampus yang berbeda secara bersamaan, Ngainul mengakui mengalami kesulitan awal. Namun, berkat bimbingan dari dua mentornya, Prof. Franck Lavigne dan Dr. Danang Sri Hadmoko, ia berhasil menyelesaikan pendidikan S3 tepat waktu.

Ngainul, yang lahir dan besar di Palbapang, Bantul, Yogyakarta, menceritakan latar belakang keluarganya yang sederhana. Ayah dan ibunya menjadi guru mengaji di kampungnya, dan keluarganya juga beternak dan bertani.

“Kedua orang tua saya guru mengaji di kampung. Ada surau kecil di samping rumah. Banyak anak-anak belajar di tempat kami ketika sore dan malam hari,” ujar Ngainul, mengingat masa kecilnya.

Didikan agama yang kuat dan kebiasaan hidup sederhana dari orang tua selalu memotivasi Ngainul untuk mengejar pendidikan lebih tinggi. Ia bersyukur atas bimbingan dan doa kedua orang tuanya yang membuatnya berhasil menyelesaikan pendidikan S3 saat ini.

Ngainul juga mengakui dukungan keluarga kecilnya, meskipun istri dan anaknya tidak bisa menemaninya selama studi di Perancis. “Saya berkeluarga sejak 2017. Anak pertama lahir pada 2019, sebulan sebelum saya berangkat ke Prancis. Keluarga saya tidak ikut saya selama studi, kecuali saat ujian pendadaran, mereka hadir di Perancis,” tambahnya.@

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *