YAMAN VS AMERIKA-INGGRIS: DADAKAN ATAU TERENCANA

Oleh Bossman Mardigu

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Sebagaimana yang dilansir dari YT channel Bossman Mardigu, perang yang meletus antara Yaman (Houthis) melawan dua negara adidaya sekaligus yakni Amerika dan Inggris merupakan fenomena yang akan memiliki implikasi besar terhadap  dunia. Selain itu, meletusnya perang ini di tengah kampanye pilpres Amerika Serikat malah mencuatkan kecurigaan akan skenario dibalik ini semua. Menarik untuk disimak ulasan dari Bossman Mardigu berikut ini:

“Harga minyak akan naik di tahun 2024, dan hal itu adalah kepastian. Harga barang impor akan naik di tahun 2024, dan itu juga adalah kepastian. Harga pangan dunia akan naik dan itu juga kepastian. Karena apa semua itu menjadi kepastian? Karena kita tahu ada perang lain yang sedang meletus di Asia Barat. Kalau sudah urusan perang begini, pasti ada penyebabnya, dan kali ini penyebabnya adalah negara kecil yang berada di ujung laut merah. Kelompok rebel pemberontak itu berperang melawan hegemoni yaitu Houthis melawan Amerika, Inggris dan Israel. Dan itu perang baru sangar namanya..!

banner 336x280

Beda memang menjadi sebuah negara berdaulat dibandingkan dengan sekedar menjadi negara yang “berwacana” mau berdaulat. Kalau berwacana mau berdaulat, mereka itu pura-pura pro Palestina agar populis di negaranya, yang kemudian digaungkan dengan berita di media secara besar-besaran. Dikencangkan beritanya, namun enggak ada action-nya…?! Nah, itu ciri-ciri negara “berwacana” mau berdaulat, yang penting di tanah air terlihat tersohor, terlihat populer yang disukai masyarakat. Action-nya tidak ada…?!

Beda dengan negara Afrika Selatan, misalnya, langsung bawa Israel ke sidang PBB atas nama pembantaian warga sipil. Langsung action…! Atau Houthis… langsung aksi menyerang kapal niaga yang menuju Israel di Laut Merah.

Sebelum kita membahas Houthis, kita membahas apa itu Laut Merah? Apa itu perdagangan dunia? Apa itu Terusan Suez?

Dalam perjalanan niaga laut, nilai transaksinya adalah 80% alias 80% barang niaga disalurkan melalui laut, melalui maritim. Dari Asia menuju Eropa dan dari Eropa menuju Asia Barat. Bisa melewati Terusan Suez atau melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Perbedaannya adalah kalau melalui Terusan Suez akan hemat waktu 2 minggu, juga menghemat 8000 km jarak laut. Jadi, ada sekitar 15% transaksi dunia melalui Terusan Suez yang ujungnya adalah Laut Merah dan di Laut Merah ada Choke Point Line yang selebar 29 km selat tersebut, yang bernama Bab el Mandeb yang artinya adalah The Gate of Tears. Mengapa dinamakan pintu gerbang air mata? wilayah yang membelah Semenanjung Arabia di Yaman yang memisahkan benua Afrika di wilayah Eritrea dan Djibouti. Di wilayah Choke Point itulah Houthis menyerang kapal niaga yang menuju Israel. Hal itu adalah bentuk bantuan Houthis terhadap warga Gaza yang telah mengusir sebanyak 2 juta jiwa dengan kondisi kedinginan, kurang air, dan kelaparan serta tidak ada sarana kesehatan saat ini. Dan Israel terus saja menghajar Gaza demi memusnahkan Hamas tanpa peduli nasib warga yang telah puluhan ribu yang meninggal. Apa yang dilakukan Houthis?

Houthis menembakkan roketnya ke kapal niaga, menyerang dengan drone juga menyerang dengan boat. Hasilnya, 4 perusahaan besar cargo menyetop kapal niaga mereka yang akan melalui Laut Merah. Mereka adalah Maersk Line perusahaan milik Denmark, kemudian perusahaan Prancis CMA CGM, kemudian perusahaan Jerman Hapag Lloyd dan perusahaan Swiss SMC, di mana keempat perusahaan maritim cargo ship tersebut merupakan penguasa atas 50% ship container dunia. Sekarang tambah satu lagi perusahaan yang menghentikan rute melalui Bab el Mandeb, dia adalah perusahaan minyak Inggris British Petrolium. Yang ini akan membuat minyak dunia akan bergerak naik kalau armada perminyakan laut dunia juga melakukan hal yang sama, yakni stop melalui Laut Merah.

Efek dari tindakan Huthis adalah nilai perdagangan yang melalui Laut Merah keterusan Suez menurun hingga tinggal 60% dan ini terlihat dari pendapatan Mesir yang setiap tahunnya mendapat 20 billion dolar dari fee melalui Terusan Suez, yang dalam 2 bulan ini turun 40%. Dalam 2 bulan ini, 26 kapal Niaga telah diserang Houthis. Lalu kapal induk Amerika USS Dwight Eisenhower berada di sana dan menyerang pangkalan Houthis. Dengan serangan Amerika dan Inggris tersebut, artinya perang telah terjadi di Asia Barat lainnya selain Gaza.

Amerika telah menyerang 72 kali serangan udara Ke Yaman dalam 3 hari ini. Serangan yang menarget 16 lokasi di ibukota Sana’a dan kota pelabuhan Mocha. Apa yang dilakukan Inggris dan Amerika ini tanpa permisi dari PBB, tanpa persetujuan dari parlemen negara masing-masing, dan ini membuka keributan di internal Negara Amerika yang rupanya Biden mau ambil kesempatan agar dirinya dicalonkan lagi oleh partai Demokrat dalam Pilpres 2024. Perang dengan Yaman jadi ‘senjata politik’ dalam negeri dan luar negerinya Biden.

Kemudian Houthis hari ini menyerang balik dengan rudal ke arah kapal perang Amerika USS Laboon yang bisa diintersep di udara, namun ternyata tidak mengurangi serangan roket berikutnya. Yaman memiliki banyak rudal yang stoknya dari Iran. Mulai dari yang berjarak 1400 KM hingga berjarak 100 KM. Ada ribuan dalam cadangan persenjataan mereka yang saat ini sedang dimobilisasi ke arah Laut Merah. Kalau memuncak perang tersebut, maka di dunia akan terjadi kerawanan energi dan kerawanan pangan. Ini semua adalah perjuangan Houthis atas pembelaannya kepada warga Gaza. Sekarang kita bertanya, “mana langkah kita selanjutnya?”@

Sumber: YT Channel Bossman Mardigu

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *