HUKUM NIKAH PAKSA DALAM PERSPEKTIF ISLAM | Vitri Ria Astari

Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau

banner 468x60

ACADEMICS.web.id – Di dalam Islam, pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan pria dan wanita yang diakui secara sah secara agama dan hukum negara, dan bukan hanya berbicara kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan saja, tetapi pernikahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir dan batin), nilai-nilai kemanusian, dan adanya suatu kebenaran. Tidak hanya itu, pernikahan dalam pandangan Islam merupakan kewajiban dari kehidupan rumah tangga yang harus mengikuti ajaran-ajaran keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Hal ini senada dengan yang tercantum di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Telah terjadi banyak kasus pernikahan paksa oleh orangtua kepada anak gadisnya dari dulu sampai sekarang. Sehingga sampai kapanpun pernikahan paksa oleh orangtua akan menjadi suatu hal yang hangat dibicirakan. Namun banyak dari orangtua (khususnya yang Islam) kurang memahami hukum dari paksaan tersebut. Ada yang berpendapat itu sudah tradisi keluarga, ada juga yang berpendapat untuk kebaikan putrinya dan pendapat-pendapat yang lain.

banner 336x280

Sebagai orangtua hendaknya tidak memandang kebaikan bagi putrinya hanya dengan melihat dari perspektifnya saja. Mereka juga harus melihat resiko- resiko yang akan terjadi setelah menikahkan putrinya dengan pria yang bukan pilihan hatinya. Kebahagiaan, kelapangan dada, keikhlasan merupakan beberapa dasar dari berbagai dasar penentu keberhasilan dalam menjalin rumah tangga. Bukan hanya harta, kedudukan, jabatan dan lain sebagainya, bahkan hal-hal tersebut bukan inti dari keberhasilan dalam menjalin rumah tangga, karena dalam komitmen untuk hidup bersama adalah soal perasaan dalam hati.

Islam sebagai agama yang universal telah memberikan hak-hak bagi pria dan wanita secara adil. Allah Swt. tidak memberikan kesulitan dalam Islam, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Hajj ayat 75,Artinya : “Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.”          Hak dan kewajiban bagi pria dan wanita telah ditentukan oleh Allah Swt. secara adil dan di atur sesuai dengan porsi masing-masing. Allah Swt. tidak pernah memaksa hamba-Nya untuk berbuat diluar batas yang ia miliki. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ,286

Artinya : “Allah tidak membebani sesorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Pemaksaan menikah bagi gadis sudah terjadi dari zaman Nabi Saw. sampai saat ini. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits,yang artinya : “Dari Ibnu Abbas bahwa seorang gadis datang kepada Rasulullah Saw, lalu ia menceritakan kepada beliau tentang ayahnya yang mengawinkannya dengan laki-laki yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah menyuruh dia untuk memilih (menerima atau menolak).” (H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Daruqutni).

Dari hadits di atas telah diterangkan bahwa Rasulullah Saw. memberikan kebebasan memilih bagi gadis yang dipaksa menikah oleh ayahnya. Dia bisa menerima atau menolaknya. Pilihan tersebut menyiratkan bahwa sebaiknya gadis tidak dipaksa dalam pernikahan. Untuk alasan apapun pemaksaan bukanlah sebuah kebaikan, karena segala sesuatu yang dilakukan dengan terpaksa, maka tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Alasan orangtua yang paling sering dikatakan saat memaksa putrinya menikah adalah karena dulu mereka juga dipaksa menikah atau dijodohkan dan kini mereka mampu hidup berdampingan dengan memiliki banyak anak serta hidup dalam kebahagiaan. Mereka lupa bahwa anak-anaknya tidak hidup di zaman yang sama. Sekarang sangat jauh berbeda dari keadaan dulu yang serba apa adanya. Bahkan keilmuan dalam agama pun banyak yang tidak mereka temukan pada zamannya. Ijtihad-ijtihad para ulama dari zaman ke zaman kian diperbarui. Selama tidak bertentangan dengan al-quran dan hadits, maka hal- hal yang baru boleh dilakukan atau dimiliki.

Dalam hal pemaksaan gadis untuk menikah dengan pria yang bukan pilihannya, para mujtahid madzhab berbeda pendapat. Imam Hanafi mengatakan bahwa menikahkan gadis yang sudah baligh dan berakal tanpa ada kerelaannya maka tidak diperbolehkan bagi siapapun.Lain halnya dengan Imam Malik yang berpendapat bahwa bagi ayah boleh menikahkan anaknya yang masih gadis tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu dari gadis tersebut. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan bahwa boleh ayah dan kakek memaksa gadis untuk menikah dengan pria yang bukan pilihannya. Imam Hambali mengatakan bahwa hanya kakek yang boleh memaksa gadis untuk menikah.Imam Hanafi berpendapat sebagaimana keterangan di atas dengan dasar surat Al-Baqarah ayat 232, Artinya : “Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya….”

Imam Malik berpendapat bahwa gadis dapat dipaksa menikah hanya oleh ayahnya saja sedangkan wali-wali yang lain tidak, kecuali orang yang diserahi atau diberi wasiat oleh sang ayah untuk menikahkan gadis tersebut. Beliau mengemukakan pendapat ini dengan dalih bahwa otoritas yang terdapat pada seorang ayah tidak terdapat pada orang lain. Baik syara’ yang telah mengkhususkan demikian itu kepada ayah saja atau karena kasih sayang atau belas kasihan yang dimiliki oleh seorang ayah tidak dimiliki oleh yang lainnya. Dalam sabdanya Rasulullah Saw. mengatakan  yang artinya : “Dan anak gadis dimintai pendapatnya, sedang persetujuannya adalah diamnya,”(HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Hanbali berpendapat bahwa yang bisa memaksa gadis untuk menikah hanyalah kakek gadis tersebut. Sepertinya Imam Hanbali memandang bahwa ayah dari gadis masih di bawah pengawasannya sehingga yang berhak menikahkan cucunya tanpa izin adalah sang kakek. Karena ayah merupakan anak kakek maka ia harus menuruti apa yang kakek putuskan selama masih dalam batas-batas yang dibolehkan dalam agama, misalnya dalam hal sekufu. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-Isra ayat 23,Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(Q.S. Al-Isra’:23).

Pendapat Imam Hanafi diatas mengartikan bahwa beliau menganggap bahwa wali apapun tidak diperbolehkan memaksa gadis dewasa untuk menikah. Beliau juga tidak menjadikan wali sebagai prioritas dalam pernikahan. Dilihat dari pendapat beliau juga maka pernikahan paksa oleh siapapun maka tidak dibenarkan atau tidak sah.

Berdasarkan hadits tersebut, berbakti kepada kedua orangtua adalah wajib. Jika orangtua tidak ridho maka Allah pun tidak ridho. Selama ayah menikahkan dengan yang sekufu maka tidak ada alasan bagi anak gadis untuk menolaknya. Karena pilihan orangtua merupakan hal-hal yang pasti baik untuk anaknya. Kecuali jika ayah menikahkan anak gadisnya dengan pria yang tidak sekufu maka ada alasan bagi sang anak untuk menolaknya.

Berbeda dari pendapat dua imam diatas, Imam Syafi’i mengatakan bahwa yang boleh memaksa gadis untuk menikah adalah ayah dan kakek dengan catatan diantara keduanya tidak ada permusuhan. Maka jika ayah atau kakeknya menikahkan anak atau cucunya tanpa izinnya maka pernikahan tersebut sah. Tentu wali-wali yang lain tidak dibenarkan dalam pemaksaan kepada gadis untuk menikah dan pernikahannya dianggap tidak sah. Begitulah Imam Syafi’i menjadikan ayah dan kakek sebagai wali mujbir, yaitu wali yang boleh menikahkan anak atau cucunya tanpa harus meminta izinnya terlebih dahulu. Beliau menambahkan kakek sebagai wali mujbir karena menganggap kakek juga ayah, yakni ayah yang lebih tua.@

Penulis:

Vitri Ria Astari:
Mahasiswi Semester 1 Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah & Hukum, UIN SUSKA Riau
banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *