ACADEMICS.web.id – Salah satu transaksi yang perlu mendapatkan kepastian hukum dalam Islam adalah mengenai jual beli mata uang asing, atau biasa disebut dengan jual beli valuta asing yang disingkat dengan valas atau juga disebut dengan pertukaran uang/mata uang yang dalam istilah bahasa Inggrisnya disebut dengan Money Changer. Bagaimana hukum ini dalam fiqh?
Aktifitas semacam ini dalam fiqh disebut dengan sharf, maka akadnya disebut dengan akad sharf.
Definisi
Sharf adalah: Mempertukarkan mata uang dengan dengan mata uang. Yang dimaksud dengan mata uang di sini adalah mata uang sebuah Negara baik uang kertas maupun uang logam, baik berbentuk emas atau perak ataupun bukan keduanya namun ia diakui sebagai alat tukar resmi dan memiliki nilai (melekat padanya sifat-sifat uang).
Hukum dan Syarat
Sharf hukumnya mubah bila syarat-syaratnya terpenuhi. Sharf bisa dibagi menjadi 2 bentuk:
- Mempertukarkan mata uang sejenis, seperti: menukar uang rupiah dengan pecahan rupiah yang lebih kecil. Syarat yang harus dipenuhi ada 2:
- Jumlahnya harus sama.
- Serah-terima harus dilakukan tunai.
- Mempertukarkan mata uang yang berlainan jenis, seperti menukar mata uang rupiah dengan mata uang dollar. Hanya saja, disyaratkan serah terima berlangsung sebelum berpisah dari majelis akad dan tidak disyaratkan jumlahnya sama. Maka dibolehkan jumlah kedunya berbeda sesuai dengan kurs pasar di hari itu atau keduanya sepakat dengan kurs tersendiri.
Dalil
Dalil dari dua bentuk ini adalah dalil-dalil tentang riba bai’.
BAI’ ‘INAH
Apa itu Bai’ ‘Inah? Bai’ ‘Inah adalah salah satu praktek atau transaksi yang bentuknya sebagai berikut: Seseorang membeli barang dengan cara kredit kemudian dia jual kembali barang tersebut kepada penjual dengan cara tunai dan harga dibawah harga jual-beli pertama.
Contoh praktisnya adalah Pak Anas butuh uang tunai sebanyak 20 juta rupiah dan ia tidak mendapatkan orang yang mau memberikan pinjaman tanpa bunga, lalu ia membuat kesepakatan dengan pak Badu membeli mobil pak Badu dengan harga 25 juta rupiah yang akan dilunasi dalam satu tahun. Lalu pak Anas menjual kembali mobil itu kepada pak Badu dengan harga 20 juta rupiah tunai pada saat yang sama. Bagaimana hukum praktek seperti ini?
Hukum
Bai’ ‘inah hukumnya haram karena merupakan rekayasa menghalalkan riba. Misal di atas hakikatnya adalah pak Badu memberikan pinjaman uang kepada pak Anas sebesar 20 juta rupiah, yang akan dikembalikan oleh pak Anas setelah satu tahun sebanyak 25 juta rupiah, dan jual beli mobil dalam akad tersebut hanya rekayasa dan bukan merupakan tujuan transaksi. Ini jelas, karena mobil pada saat yang sama kembali lagi kepada pemiliknya, yaitu: pak Badu.
Dalil
- Hadist riwayat Abu Daud: Bila kalian melakukan transaksi ‘inah, tunduk dengan harta kekayaan (hewan ternak), mengagungkan tanaman dan meninggalkan jihad niscaya Allah timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dijauhkan dari kalian hingga kalian kembali kepada syariat Allah (dalam seluruh aspek kehidupan kalian).
- Ibnu Abbas ditanya hukum seseorang menjual sehelai sutera dengan harga 100 dirham tidak tunai kemudian dia beli kembali sutera tersebut dengan harga 50 dirham tunai, Ibnu Abbas berkata,” menukar dirham dengan dirham dan jumlahnya berbeda sedangkan kain sutera hanya sebagai rekayasa”.
- Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik ditanya tentang hukum bai’ ‘inah, ia berkata,” sesunguhnya Allah tidak akan tertipu, ini bai’ yang diharamkan Allah dan rasul-Nya”.@
Prepared by Sofiandi